PAHLAWAN
PAGAR BETIS
(Ibu Saliah)
Tugas Sejarah Indonesia kali ini adalah mewawancarai
pahlawan atau tokoh di daerah sekitar kita, yang berjuang menghadapi
disintegrasi bangsa. Kelompok kami mewawancarai seorang wanita berusia 80 tahun
bernama Ibu Saliah. Beliau tinggal di Dsn. Bunisari 4/2 Ds. Banjarsari, Kec.
Jatinunggal, Kab. Sumedang.
Suami beliau bernama Salhasik, Bapak Salhasik ini
adalah salah satu pejuang yang melaksanakan Operasi Pagar Betis, untuk
mengamankan Desa Banjarsari dan Paseh dari gangguan DI/TII. Kami mewawancarai
Ibu Saliah karena Bapak Salhasik telah meninggal dunia. Berikut kami paparkan
informasi mengenai biografi dan perjuangan Bapak Salhasik.
A.
Biografi
Bapak Salhasik (Alm) lahir tahun 1925 di Dsn.
Bunisari 4/2 Ds. Banjarsari, Kec. Jatinunggal, Kab. Sumedang. Ibu Saliah lahir pada tahun 1930. Beliau
berdua menikah pada tahun 1945, dan dikaruniai 2 orang anak bernama Enar dan
Adang.
Nama orang tua Bapak Salhasik adalah Karsih dan
Madtasik dan nama orang tua Ibu Saliah adalah Enjoh dan Mistam. Bapak Salhasik
memang hanya seorang warga biasa namun
perjuangannya patut kita kenang dan pelajari.
B.
Perjuangan Bapak
Salhasik
Pada
tahun 1962, tentara DI/TII mengacaukan Paseh yaitu seberang Dsn. Bunisari.
Rumah-rumah warga dibakar dan apabila ada yang memberontak, orang itu dibunuh. Warga tak mampu berbuat
apa-apa untuk melawan pun tak bisa, karena senjata yang dimiliki sangat
terbatas.
Apabila
ada suara tembakan pistol, warga Paseh dan Bunisari sudah mengerti bahwa itu
adalah tentara DI/TII. Bapak Salhasik bersama kawan-kawannya Bapak Tarya dan
Bapak Kaswi segera mengamankan keluarganya ke hutan di kaki Gunung Dalem.
Disana adalah tempat persembunyian yang tidak diketahui tentra DI/TII.
Pada
bulan Januari 1962, Bapak Salhasik mendengar kabar dari Bapak Ateng, tokoh
masyarakat Paseh, untuk melaksanakan Operasi Pagar Betis di Gunung Cakrabuana
daerah Cimungkal.
Bapak
Salhasik, Bapak Tarya, dan Bapak Kaswi serta kawan-kawan lainnya dari Paseh
segera berangkat. Bapak Salhasik berpamitan, beliau meninggalkan Ibu Saliah
yang sedang mengandung anak pertamanya. Bapak Salhasik membawa bekal seadanya.
Beliau
pulang 3 hari sekali, karena Operasi Pagar Betis itu dilakukan secara
bergantian dengan warga lainnya yang berjaga bersama-sama di setiap pos atau
tempat yang telah ditentukan.
Suatu
ketika Bapak Ateng memberi perintah untuk mengantarkan surat ke Rancamaneuh
dengan tujuan meminta bantuan pengamanan di Paseh dan Bunisari. Bapak Tarya dan
Bapak Kaswi menyanggupi perintah itu.
Saat
dalam perjalanan di Wado beliau berdua tertangkap oleh tentara DI/TII. Beliau
berdua diperiksa dan menemukan surat yang akan diantarkannya. Tentara DI/TII
curiga dan berniat membunuh Bapak Tarya dan Bapak Kaswi. Benar saja, Bapak
Tarya dan Bapak Kaswi ditembak di pinggir sungai Cimanuk dan jenazahnya terbawa arus entah
kemana.
Sekitar
tahun 1966 keadaan sudah terbilang aman. Ibu Saliah juga Bapak Salhasik
menyaksikan pesta 17 Agustus di Cadasngampar. Ibu Saliah mengatakan bahwa
DI/TII itu tak pernah datang lagi.
Bapak
Salhasik meninggal dunia pada tahun 1997. Meskipun beliau bukanlah orang
berpangkat, namun beliau tetaplah pahlawan di hati kami.
Hanya
sedikit informasi yang kami dapatkan, karena Ibu Saliah kurang mengetahui
detik-detik perjuangan suaminya. Seperti contoh, apa saja yang terjadi di
Gunung Cakrabuana, apa yang terjadi pada tentara DI/TII saat Operasi Pagar
Betis berlangsung, bagaimana pelaksanaan Operasi Pagar Betis di Gunung
Cakrabuana tersebut dan masih banyak lagi yang ingin kami gali dan ketahui.
Kami menanyakan itu semua, namun Ibu Saliah tidak mengetahuinya.
Meskipun
hanya ini informasi yang kami dapatkan, namun setidaknya hasil wawancara ini
dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca untuk mengenang betapa banyak pahlawan
di luar sana yang tidak kita ketahui perjuangannya. Maka kita harus betul-betul
disiplin dalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan susah payah
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar