Senin, 11 Januari 2016

DISINTEGRASI YANG BERKAITAN DENGAN KEPENTINGAN




Tugas sejarah indonesia


DISINTEGRASI YANG BERKAITAN DENGAN KEPENTINGAN

 
 









Disusun oleh :
AI KOKOY KOYYIMAH
XII AKUNTANSI 3
SMKN 2 SUMEDANG





Tugas Sejarah ke 2
1)      Pengertian disintegrasi yang berkaitan dengan kepentingan
2)      Contoh kasus peristiwa  disintegrasi yang berhubungan dengan kepentingan antara tahun 1948-1965
3)      Contoh kasus peristiwa  disintegrasi yang mirip dengan peristiwa antara tahun 1948-1965 di zaman sekarang
4)      Analisis dan pendapat (membandingkan kasus peristiwa  disintegrasi yang berhubungan dengan kepentingan antara tahun 1948-1965 dengan yang mirip di zaman sekarang)
PENJELASAN
1.      PENGERTIAN DISINTEGRASI YANG BERKAITAN DENGAN KEPENTINGAN
Disintegrasi merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada suatu negara yaitu berupa perpecahan di dalam negara tersebut. Disintegrasi ada yang berkaitan dengan ideologi, kepentingan, dan juga pemerintahan.
Disintegrasi yang berkaitan dengan kepentingan maksudnya adalah, perbedaan kepentingan baik itu perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok yang dapat  memicu perselisihan, sehingga berujung pada Disintegrasi atau perpecahan.
Sebab perbedaan kepentingan yang tidak diluruskan dengan musyawarah dan rasa kerukunan, sudah pasti akan menimbulkan perpecahan, karena keegoisanlah yang menimbulkan perpecahan itu.
Manusia memiliki perasaan, pendirian, dan latar belakang yang berbeda-beda juga memiliki kepentingan masing-masing. Ada yang sejalan dan ada yang tidak. Kadang-kadang orang melakukan hal yang sama tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sehingga akibat perbedaan itu dapat menimbulkan perselisihan. Apabila perselisihan itu menjadi konflik yang rumit dan memuncak maka inilah pangkal perpecahan bangsa.
Kepentingan pribadi ataupun kelompok yang terkadang simpangsiur, tindih menindih, selalu ingin didahulukan, dan tidak ada yang mau mengalah. Sebagai contoh, Partai Politik yang ada di Indonesia. Kelompok Parpol ada yang lebih memaksakan kepentingan golongan diatas kepentingan umum. Mereka hanya mengutamakan kepentingan kelompok mereka sendiri. Yang penting urusan mereka terwujud.
Jika kepentingan dan keinginan mereka tidak terwujud dan kalah, mereka bisa bertindak di luar batas hingga bertekad untuk melakukan separatisme, dan berdiri sendiri sesuai keinginan mereka.
Ada pula disintegrasi yang timbul karena adu domba bangsa asing yang memaksakan keinginan dan kepentingan mereka di dalam NKRI. Konflik dan kekerasan digunakan untuk membungkus kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Disintegrasi adalah masalah kompleks yang akan terus hadir bagi Indonesia, ini merupakan PR berharga bagi pemerintah dan kita semua yang tidak menginginkan perpecahan.

2.      CONTOH KASUS PERISTIWA  DISINTEGRASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPENTINGAN ANTARA TAHUN 1948-1965
a.       Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA )
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada dasarnya merupakan ikhtiar Belanda untuk tetap mempertahankan kedudukan sebagai penjajah di Indonesia. Pemimpin APRA adalah seorang kapten Belanda yang dulu diterjunkan tentara sekutu di Medan pada tahun 1945, yaitu Westerling. Para anggotanya adalah KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) yaitu tentara Belanda yang berasal dari orang-orang pribumi dan KL (Koninklijk Leger).
Dengan memanfaatkan situasi ini, Kapten Westerling membentuk sebuah gerombolan yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Tujuan utama gerakan APRA adalah mempertahankan bentuk federal di Indonesia serta mempertahankan adanya tentara tersendiri di dalam Negara federal (Negara bagian itu).
Aksi pertama yang dijalankan APRA adalah menyerbu kota Bandung pada tanggal 23 Januari 1950 dan menduduki Markas Staf Kwartir Divisi Siliwangi. Karena serangan yang begitu tiba-tiba ini , pasukan TNI Siliwangi kelabakan. Salah satu perwira TNI Siliwangi, Letnan Kolonel Lembong gugur dalam pertempuran ini.
Untuk membebaskan kota Bandung, Markas besar APRI di Jakarta segera mengirimkan bantuannya. Di samping itu , dilakukan perundingan antara Perdana Menteri RIS Moh.Hatta dan para komisaris tinggi Belanda untuk menghentikan aksi APRA tersebut. Mayor Jendral Engels mendesak Westerling untuk meninggalkan kota Bandung.
Setelah aksinya di Bandung cukup berhasil, pasukan APRA merencanakan menyerang kota Jakarta dan membunuh menteri-menteri RIS, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Ali Budiarjo dan Kolonel TB. Simatupang pada tanggal 26 Januari 1950. APRA berkerjasama dengan seorang menteri yang bernama Sultan Hamid II.
Hal itu ternyata sudah diketahui terlebih dahulu oleh pasukan TNI yang berada di Jakarta. Karena kesiapan para pasukan TNI tersebut maka banyak anggota APRA yang terbunuh dan melarikan diri.
Mengetahui hal tersebut, Westerling pun segera melarikan diri ke Singapura dengan menumpang pesawat Catalina milik angkatan laut Belanda. Namun, sesampainya di Singapura Westerling di tangkap oleh polisi Singapura dengan alasan masuk ke Negara orang lain tanpa izin. Pemerintah RIS meminta pemerintah Inggris yang berkuasa di Singapura untuk menyerahkan Westerling pada RIS, tetapi pemerintah Inggris menolak karena sebelumnya Indonesia belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan Inggris. Demikian pula dengan Sultan Hamid II, pada tanggal 5 April 1950 ia ditangkap oleh TNI. Dengan itu gerakan APRA pun berakhir.
b.Pemberontakan Andi Aziz
Di Makassar terjadi masalah seperti di Bandung, bekas KNIL menolak pasukan APRIS dan menghalangi datangnya TNI ke Makassar yang dipimpin oleh Kapten Andi Aziz yang merupakan perwira KNIL yang baru diterima ke dalam APRIS.
Pada tanggal 5 April 1950 terdengar berita bahwa pemerintah RIS mengirimkan 900 pasukan APRIS dari TNI ke Makasar untuk menjaga keamanan. Kesatuan ini dipimpin oleh Mayor Worang diangkut dengan 2 buah kapal dan sudah berlabuh di luar pelabuhan Makasar. Berita ini mengkhawatirkan bekas anggota KNIL yang takut terdesak oleh pasukan baru, mereka menamakan pasukan Bebas dan dipimpin oleh Andi Aziz. Pada jam 5 pagi Andi Aziz dan pasukannya menyerang markas TNI di Makasar. Dalam waktu singkat kota Makasar berhasil dikuasai oleh gerombolan penyerbu karena kurangnya asukan dari TNI. Beberapa orang TNI ditawan dan Kolonel A.J Mokoginta ditawan.
Pada tanggal 5 April Perdana Menteri NIT Ir. P.D. Diapari mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi Aziz. Pemerintah kemudian dipegang oleh kabinet baru yang pro RI dibawah pimpinan Mr. Putuhena dan pada tanggal 21 April, Sukawati wakil dari negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia melebur ke dalam negara kesatuan RI bila RI juga melaksanakan tindakan yang sama. Selain itu pemerintah RIS mengeluarkan ultimatum pada tanggal 8 April yang menginstruksikan agar Andi Aziz dalam waktu 4x24 jam datang melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menyerahkan senjata-senjata dan juga tawanannya.
Andi Aziz terlambat melaporkan diri ke Jakarta dan karenanya ditangkap sebagai pemberontak dan diadili. Pada waktu yang bersamaan dikirimkan sebuah pasukan ekspedisi ke Sulawesi dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang. Pasukan Worang kemudian mulai bergerak ke arah Makasar dan pada tanggal 21 April berhasil memasuki Makasar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak. Andi Aziz sendiri pada tanggal 15 April telah beangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden NIT Sukowati.
Pada tanggal 26 April pasukan ekspedisi di bawah Kolonel Kawilarang sampai di Sulawesi Selatan. Bentrokan senjata masih terjadi dan pada tanggal 8 Agustus pihak KL-KNIL minta berunding dan perundingan diadakan antara Jendral Scheffelar dari KL-KNIL dengan Kolonel Kawilarang. Hasil dari perundingan ini adalah bahwa kedua belah pihak setuju dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL akan meninggalkan Makasar.
c. Republik Maluku Selatan (RMS)
Di Maluku banyak anggota KNIL. Mereka juga tidak mau dimasukkan ke dalam APRIS. Keresahan KNIL itu dipergunakan oleh tokoh- tokoh pro Belanda, seperti Manusama. Ia mengemukakan gagasan supaya Maluku terpisah dari RIS dan menjadi Negara Merdeka, yang diberi nama Republik Maluku Selatan. Pada bulan April 1950 diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan. Mr.Dr. Christian Robert Steven Saumokil bekas Jaksa Agung NIT dipilih menjadi presiden RMS. Saumokil sebenarnya sudah terlibat dalam peristiwa Andi Aziz di Makassar, tetapi karena Andi Aziz mengalami kegagalan maka Saumokil mengalihkan usahanya ke Maluku Selatan.
Pada waktu keadaan di Ambon sedang kacau karena banyak anggota KNIL yang bergabung dengan TNI, hal tersebut tidak disukai oleh Belanda karena RI akan menjadi lebih kuat. Untuk mencegah hal tersebut maka Belanda mulai menghasut dan menyebarkan desas-desus yang buruk tentang TNI dan RI. Keadaan ini sangat menguntungkan Saumokil dan pada tanggal 25 April 1950 dia memproklamasikan berdirinya “Republik Maluku Selatan”.
Pemerintah RIS berusaha mengatasi masalah tersebut dengan cara damai yaitu dengan mengirimkan dr. Leimena. Tetapi missi damai tersebut ditolak oleh Saumokil bahkan mereka meminta bantuan, perhatian dan pengakuan dari luar terutama dari Amerika Serikat, Belanda dan juga Dewan PBB. Karena itu maka pemerintah RIS terpaksa menumpas petualangan Saumokil dengan kekuatan senjata.
Pada tanggal 14 Juli pasukan ekspedisi APRIS dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang mendarat dan dapat merebut pos-pos penting di pulau Buru. Pendaratan dilakukan di pulau Seram Barat pada tanggal 19 Juli 1950 dan dengan mudah Seram Barat dapat dikuasai oleh APRIS/TNI. RMS berupaya memusatkan kekuatan dan kekuasaannya di pulau Seram dan Ambon.
Operasi pasukan APRIS/TNI mengalami kesulitan sehingga pada bulan Desember 1950 Seram dan Ambon dapat dikuasai. Dan ketika RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 dilebur dan menjadi Negara kesatuan RI, RMS belum bisa ditumpas seluruhnya. Salah satu tokoh dari TNI yaitu Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur dalam pertempuran sewaktu menyerang benteng Victoria di Ambon. Operasi APRIS dilakukan dari pulau ke pulau dan menghancurkan pasukan RMS. Serdadu-serdadu RMS melarikan diri ke hutan – hutan dan pada bulan Desember 1963 Maluku dapat diamankan kembali setelah Dr. Saumokil tertangkap.

3.      CONTOH KASUS PERISTIWA  DISINTEGRASI YANG MIRIP DENGAN PERISTIWA ANTARA TAHUN 1948-1965 DI ZAMAN SEKARANG
TIMOR-TIMUR DENGAN KEPENTINGAN ASING DIDALAMNYA
Kondisi dimana disintegrasi mulai muncul gencar-gencarnya adalah ketika terjadi gerakan separatisme yang dilakukan oleh Timor Timur yang kemudian memunculkan gerakan separatisme lainnya, misalnya Gerakan Aceh Merdeka oleh masyarakat Aceh.
Pada awalnya Timor Timur adalah sebuah “provinsi luar negeri” Portugal. Namun setelah revolusi yang terjadi di Portugal pada April 1974, Timor Timur diberikan pilihan bagi rakyatnya terkait dengan usaha dekolonisasi. Pilihan-pilihan tersebut adalah: (1) menjadi daerah otonom dalam federasi dengan Portugal; (2) menjadi negara bebas dan merdeka (sebagai bagian atau di luar persemakmuran Portugis); atau (3) berserikat dengan Republik Indonesia (Singh, 1998).
Pada saat itu ada tiga partai besar yang berkembang di Timor-Timur dengan masing-masing pemikiran yang berbeda, yaitu Uniao Democratia Timorense (UDT) yang menginginkan Timor-Timur untuk berintegrasi dengan Portugal, Associacao Social Democratica Timorense (ASDT) yang dipimpin olehh Fretilin menginginkan adanya kemerdekaan bagi Timor-Timur, dan Associacao Popular Democratia (Apodeti) menginginkan Timor-Timur berintegrasi dengan Indonesia.
Dalam situasi seperti demikian, rupanya pilihan yang tersisa adalah Timor-Timur berintegrasi dengan Indonesia.Proses integrasi Timor-Timur ke Indonesia tidaklah mudah. Banyak praktik diplomasi dan negosiasi yang terjadi selama upaya tersebut, termasuk upaya-upaya untuk menggalang dukungan asing dalam integrasi Timor-Timor ke Indonesia.
Ada empat fase bagaimana Timor-Timur terintegrasi ke Indonesia. Fase pertama, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa sejak revolusi yang ada di Portugis pada April 1974, Timor-Timur diberikan pilihan-pilihan dan seterusnya. Fase ini dilanjukan dengan fase kedua, dimana adanya campur tangan dan dukungan dari Australia bahwa sudah seharusnya Timor-Timur berintegrasi dengan Indonesia karena Timor-Timur belum memiliki kapabilitas baik secara ekonomi maupun politik. Hal ini menimbulkan rasa tidak terima dari Fretilin yang memiliki pandangan bahwa Timor-Timur bisa merdeka dan berdiri sendiri di dunia internasional.
Selanjutnya fase ketiga, menunjukkan adanya konflik antar koalisi partai yang dibentuk oleh Portugal dengan ditandai dengan adanya Kudeta Agustus. Kudeta ini dilakukan bertujuan untuk membersihkan koloni dari unsur-unsur komunis. Tujuan utama pemimpin UDT bukanlah untuk menghancurkan Fretilin melainkan untuk memaksa para pemimpin kelompok moderat agar mengambil tindakan terhadap kelompok ekstrimis.
Tindakan ini kemudian berujung pada pembentukan front anti komunis agar terciptanya ketentraman di Indonesia, hal ini disinyalir karena tidak adanya kepercayaan dari pemimpin UDT bahwa tidak akan ada kemerdekaan untuk Timor Timur di bawah Fretilin. Pada fase ini juga Fretilin menyatakan kemerdekaannya secara sepihak. Hal ini mendapat penolakan deklarasi dari Indonesia dan Portugal juga empat partai lain, UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista.
Reaksi berantai mulai bermunculan pada fase keempat ini, seperti Operasi Seroja, operasi ini merupakan upaya militer penuh untuk menguasai Dili yang diawali dengan pengeboman yang dilakukan dari laut, lalu serangan udara yang dilakukan oleh satuan elit Kopassandha (sekarang Kopasus) juga serangan dari divisi Siliwangi dan Brawijaya. Pertempuran yang berlangsung dengan kejam itu ditandai dengan penjarahan, perampokan, dan kekerasan. Pada hari yang sama Portugal memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia, dan meminta bantuan PBB untuk menunjukkan bahwa Portugal belum meninggalkan statusnya sebagai penguasa yang menguasai Timor.
Serangan kedua berlangsung pada tanggal 10 Desember, serangan kedua ini bertujuan untuk mengambil alih Baucau sebagai kota terbesar kedua. Disaat itu Fretilin dan pasukannya meninggalkan kota-kota dengan membawa tahanan politik termasuk pemimpin UDT dan Apodeti ke Alieu, tahanan-tahanan yang dibawanya diperlakukan buruk bahkan dibunuh tanpa alasan yang jelas tepatnya pada 25 Desember beberapa minggu setelah terjadinya penyerangan di Dili, kecuali Presiden Partai “Araujo” yang berhasil diselamatkan oleh pasukan Indonesia.
Pendirian pemerintahan sementara Timor Timur pun berjalan dengan lancar di bawah pimpinan Araujo yang mampu menguasai beberapa daerah seperti Ocussi dan Pualu Atauro. Upaya Indonesia untuk emnguasai Timor amatlah memakan biaya yang besar akibatnya daerah-daerah seperti Alieu, Ainaro, Laspaos, dan Emera baru dapat dikuasai pada Februari dan April 1976. Terakhir diputuskannya “keputusan untuk berintegrasi” pada 31 Mei 1976 UDT menandatangani petisi yang meminta agar Presiden Soeharto menerima integrasi wilayah Tinor Timur ke dalam Indonesia.
Presiden Soeharto menanggapi petisi tersebut dengan mengirim utusan yang dipimpin oleh MENDAGRI, Amir Machmud. Pada 16 Juli MPR menyetujui rancangan Uundang-undang  yang memasukkan daerah koloni Portugis ke pangkuan Republik Indonesia. Timor Timur resmi menjadi provinsi ke 27 di Indonesia setelah undang-undang tersebut ditanda tangani oleh presiden Soeharto.

4.      ANALISIS DAN PENDAPAT
Analisis dan pendapat saya atas kasus-kasus diatas :

Disintegrasi yang berkaitan dengan kepentingan berarti perpecahan yang terjadi timbul atas dasar kepentingan, baik itu kepentingan individu, maupun kelompok. Kadang- kadang kepentingan asing justru memprovokasi Bangsa kita sendiri dan disitulah tumbuh benih-benih perpecahan.
Kepentingan memang menjadi hal yang sensitif terhadap perpecahan bangsa. Disintegrasi sungguh mengkhawatirkan, apalagi jika dibiarkan terus menerus. Bahkan bangsa asing seringkali menjadi kaki tangan dalam pemberontakan-pemberontakan yang menyebabkan separatisme.
Menurut saya Pemberontakan APRA, Andi Azis dan RMS memiliki kesamaan tujuan yaitu, untuk tetap mempertahankan negara federal dan tetap menguasai hak-hak Indonesia. Mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka melakukan pemberontakan karena merasa status mereka tidak jelas dan tidak pasti, semenjak Konferensi Meja Bundar.
Keberhasilan anggota APRIS mengatasi keadaan pemerintahan membuat masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa hambatan yang diantaranya terror dan intimidasi yang ditujukan kepada masyarakat.
Aksi teror yang dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan korban jiwa karena dalam aksi terror tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Sehingga benih-benih perpecahan pun muncul. Para birokrat pemerintah daerah memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menimbulkan bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman bahaya tersebut.
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI.
Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS).
Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya pemerintah melakukan operasi militer. Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya dimajukan ke meja hijau.
Semua peristiwa ini merupakan bagian dari usaha Belanda untuk mengadu domba, memecah belah  serta menghasut rakyat Indonesia agar saling bertikai dan menentang pemerintah, sehingga bangsa Indonesia menjadi lemah dan Belanda dapat kembali menanamkan kolonialisme di Indonesia.
Dalam kasus diatas memang jelas, kepentingan Belanda untuk tetap menanamkan kekuasaannya di Indonesia, menjadi dasar terjadinya berbagai pemberontakan-pemberontakan sehingga menimbulkan Disintegrasi di dalam NKRI.
Ketidakpuasan kelompok Westerling yang terdiri dari mantan KNIL maupun KL itu ingin mempertahankan bentuk federal di Indonesia serta mempertahankan adanya tentara tersendiri di dalam Negara federal, sehingga mereka tidak kehilangan hak-haknya di Indonesia.
Keinginan mereka untuk tetap menjadi nomor satu, terlihat dari ketidakinginan mereka bergabung dalam APRIS, sehingga muncullah Angkatan Perang Ratu Adil. Bekas anggota KNIL dan KL banyak yang menjadi anggota gerombolan APRA karena mereka enggan untuk bergabung dalam APRIS. Mereka beranggapan, apabila digabungkan dalam APRIS, mereka akan menjadi tentara nomor dua atau “ dianak tirikan” oleh pemerintah RIS.
Kemudian kita analisis kasus yang kedua, yaitu kasus mengenai kemerdekaan Timor-Timur (1999), tenyata gerakan separatisme yang mengakibatkan telepasnya Timor-Timur dari NKRI juga dilandasi kepentingan bangsa asing, khususnya kepentingan Australia dan Amerika Serikat dapat dilihat dalam kasus Timor-Timur ini.
Menurut pendapat saya, kasus Timor-Timur ini adalah bentukan dari kepentingan negara Barat. Australia dan Amerika yang menunjukkan bahwa kedua negara tersebutlah yang menjadi kaki tangan atas salah satu tragedi besar setelah Perang Dunia II. Dapat dilihat pada fase dua pada penjelasan sebelumnya bahwa Australia mendukung Timor-Timur untuk berintegrasi dengan Indonesia, namun sikap Australia memang membingungkan. Seharusnya Australia dan Amerika Serikat mengungkapkan bahwa kekerasan Indonesia terhadap Timor-Timur tidak dapat diterima.
Kalau kita telaah dengan sungguh-sungguh, adanya faktor eksternal yakni campur tangan pihak asing ini merupakan cerminan bahwa memang ancaman disintegrasi dapat muncul dari mana saja, bukan hanya karna kondisi domestik yang tidak kondusif sehingga menyebabkan lahirnya pemberontakan tetapi campur tangan bangsa asing melalui tekanan-tekanan politik dan berbagai kepentingan yang ingin diwujudkan bangsa asing itu juga sangat berpengaruh terhadap perpecahan bangsa Indonesia.
Menurut pendapat saya, apabila kedua kasus diatas dibandingkan, terdapat persamaan yang menjadi penyebab terjadinya disintegrasi. Kasus yang pertama, yaitu Pemberontakan APRA, yang memiliki motif (tujuan dan latar belakang yang sama) dengan Pemberontakan Andi Azis dan Republik Maluku Selatan) didasari kepentingan bangsa asing yaitu Belanda dalam hal Pemerintahan RIS, karena ketidakpuasan atas keputusan tersebut, Westerling membentuk APRA yang kemudian melancarkan pemberontakannya.
Peran utama dari kasus ini adalah kepentingan Bangsa asing yang tetap ingin berdiri di dalam Negara Indonesia yang Federal. Dan persamaanya dengan kasus yang kedua yaitu Kasus merdekanya Timor-Timur, adalah sama-sama didasari kepentingan bangsa asing. Bangsa asing yang terlibat dalam kasus Timor-Timur adalah Portugal, Australia dan Amerika Serikat.
Portugal ingin menunjukkan bahwa ia belum meninggalkan statusnya sebagai penguasa yang menguasai Timor. Sebab, sebelumnya Portugal mengakui  Timor Timur sebagai bagian dari mereka. Namun setelah revolusi yang terjadi di Portugal pada April 1974, Timor Timur diberikan pilihan bagi rakyatnya. Pilihan-pilihan tersebut adalah: (1) menjadi daerah otonom dalam federasi dengan Portugal; (2) menjadi negara bebas dan merdeka (sebagai bagian atau di luar persemakmuran Portugis); atau (3) berserikat dengan Republik Indonesia.
Timor timur dipengaruhi oleh bangsa asing sehingga merasa terprovokasi dan tak lama kemudian pecahlah gerakan separatis hingga Timor timur berhasil melepaskan diri dari NKRI, dan menjadi Timor Leste.
Dapat kita cermati bahwa potensi disintegrasi yang ada dalam Indonesia sangatlah besar. Dapat dilihat dari kasus kasus yang terjadi semenjak Indonesia merdeka hingga sekarang. Saya berharap kasus-kasus diatas takan pernah lagi terjadi di Indonesia. Semoga Integrasi nasional tetap trpaku dalam jiwa bangsa Indonesia.
Menurut saya, sebaiknya pemerintah RI semakin waspada terhadap apapun yang dilakukan oleh bangsa asing di Indonesia. Jangan sampai kepentingan mereka menindih kemerdekaan kita hingga menimbulkan disintegrasi di dalam Negara Kesatuan Republk Indonesia.
Mudah-mudahan bangsa Indonesia tetap bersatu teguh untuk selama-lamanya, dan takan pernah lagi ada gerakan separatis yang mengancam keutuhan bangsa kita tercinta ini.

Referensi:
Singh, Bilver. 1998. "Integrasi Timor Timur ke Dalam Indonesia: Dinamika Eksternal" dalam Timor Timur, Indonesia dan Dunia: Mitos dan Kenyataan. Jakarta: Institute for Policy Studies. hlm 41-113
Wardhani, Baiq. 2004. "External Support for Liberation Movements in Aceh and Papua" dalam Biennial Conference of the Asian Studies Association of Australia, Canberra 29 June-2 July







8 komentar:

Persalinan Caesarku

🌷🌷🌷 Assalamualaikum wr wb.. ini adalah pengalaman persalinanku, semoga dapat diambil hikmahnya😇 Minggu 31 Juli jam 3 Pagi Jam 3 pagi kel...