Tugas sejarah indonesia
|
Disusun oleh :
AI KOKOY KOYYIMAH
XII AKUNTANSI 3
SMKN 2 SUMEDANG
Tugas Sejarah ke 2
1)
Pengertian
disintegrasi yang berkaitan dengan kepentingan
2)
Contoh kasus peristiwa disintegrasi yang berhubungan dengan
kepentingan antara tahun 1948-1965
3)
Contoh kasus peristiwa disintegrasi yang mirip dengan peristiwa
antara tahun 1948-1965 di zaman sekarang
4)
Analisis dan pendapat (membandingkan kasus
peristiwa disintegrasi yang berhubungan
dengan kepentingan antara tahun 1948-1965 dengan yang mirip di zaman sekarang)
PENJELASAN
1.
PENGERTIAN
DISINTEGRASI YANG BERKAITAN DENGAN KEPENTINGAN
Disintegrasi merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada suatu
negara yaitu berupa perpecahan di dalam negara tersebut. Disintegrasi ada yang
berkaitan dengan ideologi, kepentingan, dan juga pemerintahan.
Disintegrasi yang berkaitan dengan kepentingan maksudnya adalah,
perbedaan kepentingan baik itu perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok
yang dapat memicu perselisihan, sehingga
berujung pada Disintegrasi atau
perpecahan.
Sebab perbedaan kepentingan yang tidak diluruskan dengan
musyawarah dan rasa kerukunan, sudah pasti akan menimbulkan perpecahan, karena
keegoisanlah yang menimbulkan perpecahan itu.
Manusia memiliki perasaan, pendirian, dan latar belakang yang
berbeda-beda juga memiliki kepentingan masing-masing. Ada yang sejalan dan ada
yang tidak. Kadang-kadang orang melakukan hal yang sama tetapi untuk tujuan
yang berbeda-beda. Sehingga akibat perbedaan itu dapat menimbulkan
perselisihan. Apabila perselisihan itu menjadi konflik yang rumit dan memuncak
maka inilah pangkal perpecahan bangsa.
Kepentingan pribadi ataupun kelompok yang terkadang simpangsiur,
tindih menindih, selalu ingin didahulukan, dan tidak ada yang mau mengalah.
Sebagai contoh, Partai Politik yang ada di Indonesia. Kelompok Parpol ada yang
lebih memaksakan kepentingan golongan diatas kepentingan umum. Mereka hanya
mengutamakan kepentingan kelompok mereka sendiri. Yang penting urusan mereka
terwujud.
Jika kepentingan dan keinginan mereka tidak terwujud dan kalah,
mereka bisa bertindak di luar batas hingga bertekad untuk melakukan
separatisme, dan berdiri sendiri sesuai keinginan mereka.
Ada pula disintegrasi yang timbul karena adu domba bangsa asing
yang memaksakan keinginan dan kepentingan mereka di dalam NKRI. Konflik dan kekerasan digunakan
untuk membungkus kepentingan pribadi dan golongan
tertentu. Disintegrasi adalah masalah kompleks yang akan
terus hadir bagi Indonesia, ini merupakan PR berharga bagi pemerintah dan kita
semua yang tidak menginginkan perpecahan.
2.
CONTOH KASUS PERISTIWA DISINTEGRASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEPENTINGAN ANTARA TAHUN 1948-1965
a.
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA )
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) pada dasarnya merupakan ikhtiar Belanda untuk tetap mempertahankan kedudukan
sebagai penjajah di Indonesia. Pemimpin APRA adalah seorang kapten Belanda yang
dulu diterjunkan tentara sekutu di Medan pada tahun 1945, yaitu Westerling.
Para anggotanya adalah KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) yaitu
tentara Belanda yang berasal dari orang-orang pribumi dan KL (Koninklijk
Leger).
Dengan memanfaatkan situasi ini, Kapten
Westerling membentuk sebuah gerombolan yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA). Tujuan utama gerakan APRA adalah mempertahankan bentuk federal di
Indonesia serta mempertahankan adanya tentara tersendiri di dalam Negara
federal (Negara bagian itu).
Aksi pertama yang dijalankan APRA adalah
menyerbu kota Bandung pada tanggal 23 Januari 1950 dan menduduki Markas Staf
Kwartir Divisi Siliwangi. Karena serangan yang begitu tiba-tiba ini , pasukan
TNI Siliwangi kelabakan. Salah satu perwira TNI Siliwangi, Letnan Kolonel
Lembong gugur dalam pertempuran ini.
Untuk membebaskan kota Bandung, Markas besar
APRI di Jakarta segera mengirimkan bantuannya. Di samping itu , dilakukan
perundingan antara Perdana Menteri RIS Moh.Hatta dan para komisaris tinggi
Belanda untuk menghentikan aksi APRA tersebut. Mayor Jendral Engels mendesak
Westerling untuk meninggalkan kota Bandung.
Setelah aksinya di Bandung cukup berhasil,
pasukan APRA merencanakan menyerang kota Jakarta dan membunuh menteri-menteri
RIS, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Ali Budiarjo dan Kolonel TB. Simatupang pada tanggal 26
Januari 1950. APRA berkerjasama dengan seorang menteri yang bernama Sultan
Hamid II.
Hal itu ternyata sudah diketahui terlebih
dahulu oleh pasukan TNI yang berada di Jakarta. Karena kesiapan para pasukan
TNI tersebut maka banyak anggota APRA yang terbunuh dan melarikan diri.
Mengetahui hal tersebut, Westerling pun
segera melarikan diri ke Singapura dengan menumpang pesawat Catalina milik angkatan laut
Belanda. Namun, sesampainya di Singapura Westerling di tangkap oleh polisi
Singapura dengan alasan masuk ke Negara orang lain tanpa izin. Pemerintah RIS
meminta pemerintah Inggris yang berkuasa di Singapura untuk menyerahkan
Westerling pada RIS, tetapi pemerintah Inggris menolak karena sebelumnya
Indonesia belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan Inggris. Demikian pula
dengan Sultan Hamid II, pada tanggal 5 April 1950 ia ditangkap oleh TNI. Dengan itu
gerakan APRA pun berakhir.
b.Pemberontakan Andi Aziz
Di Makassar terjadi masalah seperti di Bandung, bekas KNIL menolak pasukan
APRIS dan menghalangi datangnya TNI ke Makassar yang dipimpin oleh Kapten Andi
Aziz yang merupakan perwira KNIL yang baru diterima ke dalam APRIS.
Pada tanggal 5 April 1950 terdengar berita
bahwa pemerintah RIS mengirimkan 900 pasukan APRIS dari TNI ke Makasar untuk
menjaga keamanan. Kesatuan ini dipimpin oleh Mayor Worang diangkut dengan 2
buah kapal dan sudah berlabuh di luar pelabuhan Makasar. Berita ini
mengkhawatirkan bekas anggota KNIL yang takut terdesak oleh pasukan baru,
mereka menamakan pasukan Bebas dan dipimpin oleh Andi Aziz. Pada jam 5 pagi
Andi Aziz dan pasukannya menyerang markas TNI di Makasar. Dalam waktu singkat
kota Makasar berhasil dikuasai oleh gerombolan penyerbu karena kurangnya asukan
dari TNI. Beberapa orang TNI ditawan dan Kolonel A.J Mokoginta ditawan.
Pada tanggal 5 April Perdana Menteri NIT Ir.
P.D. Diapari mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi Aziz.
Pemerintah kemudian dipegang oleh kabinet baru yang pro RI dibawah pimpinan Mr.
Putuhena dan pada tanggal 21 April, Sukawati wakil dari negara NIT mengumumkan
bahwa NIT bersedia melebur ke dalam negara kesatuan RI bila RI juga
melaksanakan tindakan yang sama. Selain itu pemerintah RIS mengeluarkan
ultimatum pada tanggal 8 April yang menginstruksikan agar Andi Aziz dalam waktu
4x24 jam datang
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan
menyerahkan senjata-senjata dan juga tawanannya.
Andi Aziz terlambat melaporkan diri ke
Jakarta dan karenanya ditangkap sebagai pemberontak dan diadili. Pada waktu yang bersamaan dikirimkan sebuah pasukan
ekspedisi ke Sulawesi dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang. Pasukan Worang
kemudian mulai bergerak ke arah Makasar dan pada tanggal 21 April berhasil
memasuki Makasar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak. Andi Aziz sendiri
pada tanggal 15 April telah beangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden
NIT Sukowati.
Pada tanggal 26 April pasukan ekspedisi di
bawah Kolonel Kawilarang sampai di Sulawesi Selatan. Bentrokan senjata masih
terjadi dan pada tanggal 8 Agustus pihak KL-KNIL minta berunding dan
perundingan diadakan antara Jendral Scheffelar dari KL-KNIL dengan Kolonel
Kawilarang. Hasil dari perundingan ini adalah bahwa kedua belah pihak setuju
dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL akan
meninggalkan Makasar.
c. Republik Maluku Selatan (RMS)
Di Maluku banyak anggota KNIL. Mereka juga
tidak mau dimasukkan ke dalam APRIS. Keresahan KNIL itu dipergunakan oleh
tokoh- tokoh pro Belanda, seperti Manusama. Ia mengemukakan gagasan supaya
Maluku terpisah dari RIS dan menjadi Negara Merdeka, yang diberi nama Republik
Maluku Selatan. Pada bulan April 1950 diproklamasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan. Mr.Dr. Christian Robert Steven Saumokil bekas Jaksa Agung NIT
dipilih menjadi presiden RMS. Saumokil sebenarnya sudah terlibat dalam
peristiwa Andi Aziz di Makassar, tetapi karena Andi Aziz mengalami kegagalan
maka Saumokil mengalihkan usahanya ke Maluku Selatan.
Pada waktu keadaan di Ambon sedang kacau
karena banyak anggota KNIL yang bergabung dengan TNI, hal tersebut tidak
disukai oleh Belanda karena RI akan menjadi lebih kuat. Untuk mencegah hal
tersebut maka Belanda mulai menghasut dan menyebarkan desas-desus yang buruk
tentang TNI dan RI. Keadaan ini sangat menguntungkan Saumokil dan pada tanggal
25 April 1950 dia memproklamasikan berdirinya “Republik Maluku Selatan”.
Pemerintah RIS berusaha mengatasi masalah
tersebut dengan cara damai yaitu dengan mengirimkan dr. Leimena. Tetapi missi
damai tersebut ditolak oleh Saumokil bahkan mereka meminta bantuan, perhatian
dan pengakuan dari luar terutama dari Amerika Serikat, Belanda dan juga Dewan
PBB. Karena itu maka pemerintah RIS terpaksa menumpas petualangan Saumokil
dengan kekuatan senjata.
Pada tanggal 14 Juli pasukan ekspedisi APRIS
dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang mendarat dan dapat merebut pos-pos penting
di pulau Buru. Pendaratan dilakukan di pulau Seram Barat pada tanggal 19 Juli
1950 dan dengan mudah Seram Barat dapat dikuasai oleh APRIS/TNI. RMS berupaya
memusatkan kekuatan dan kekuasaannya di pulau Seram dan Ambon.
Operasi pasukan APRIS/TNI mengalami kesulitan sehingga pada bulan Desember 1950 Seram dan
Ambon dapat dikuasai. Dan ketika RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 dilebur dan
menjadi Negara kesatuan RI, RMS belum bisa ditumpas seluruhnya. Salah satu
tokoh dari TNI yaitu Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur dalam pertempuran sewaktu menyerang benteng Victoria di Ambon. Operasi APRIS dilakukan
dari pulau ke pulau dan menghancurkan pasukan RMS. Serdadu-serdadu RMS
melarikan diri ke hutan – hutan dan pada bulan Desember 1963 Maluku dapat
diamankan kembali setelah Dr. Saumokil tertangkap.
3.
CONTOH KASUS PERISTIWA DISINTEGRASI YANG MIRIP DENGAN PERISTIWA
ANTARA TAHUN 1948-1965 DI ZAMAN SEKARANG
TIMOR-TIMUR
DENGAN KEPENTINGAN ASING DIDALAMNYA
Kondisi
dimana disintegrasi mulai muncul gencar-gencarnya adalah ketika terjadi gerakan
separatisme yang dilakukan oleh Timor Timur yang kemudian memunculkan gerakan
separatisme lainnya, misalnya Gerakan Aceh Merdeka oleh masyarakat Aceh.
Pada awalnya
Timor Timur adalah sebuah “provinsi luar negeri” Portugal. Namun setelah revolusi
yang terjadi di Portugal pada April 1974, Timor Timur diberikan pilihan bagi
rakyatnya terkait dengan usaha dekolonisasi. Pilihan-pilihan tersebut adalah:
(1) menjadi daerah otonom dalam federasi dengan Portugal; (2) menjadi negara
bebas dan merdeka (sebagai bagian atau di luar persemakmuran Portugis); atau
(3) berserikat dengan Republik Indonesia (Singh, 1998).
Pada saat itu
ada tiga partai besar yang berkembang di Timor-Timur dengan masing-masing
pemikiran yang berbeda, yaitu Uniao Democratia Timorense (UDT) yang menginginkan
Timor-Timur untuk berintegrasi dengan Portugal, Associacao Social Democratica
Timorense (ASDT) yang dipimpin olehh Fretilin menginginkan adanya
kemerdekaan bagi Timor-Timur, dan Associacao Popular Democratia (Apodeti) menginginkan
Timor-Timur berintegrasi dengan Indonesia.
Dalam situasi
seperti demikian, rupanya pilihan yang tersisa adalah Timor-Timur berintegrasi
dengan Indonesia.Proses integrasi Timor-Timur ke Indonesia tidaklah mudah.
Banyak praktik diplomasi dan negosiasi yang terjadi selama upaya tersebut,
termasuk upaya-upaya untuk menggalang dukungan asing dalam integrasi
Timor-Timor ke Indonesia.
Ada
empat fase bagaimana Timor-Timur terintegrasi ke Indonesia. Fase pertama,
seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa sejak revolusi yang ada di Portugis
pada April 1974, Timor-Timur diberikan pilihan-pilihan dan seterusnya. Fase ini
dilanjukan dengan fase kedua, dimana adanya campur tangan dan dukungan dari
Australia bahwa sudah seharusnya Timor-Timur berintegrasi dengan Indonesia
karena Timor-Timur belum memiliki kapabilitas baik secara ekonomi maupun
politik. Hal ini menimbulkan rasa tidak terima dari Fretilin yang memiliki
pandangan bahwa Timor-Timur bisa merdeka dan berdiri sendiri di dunia
internasional.
Selanjutnya
fase ketiga, menunjukkan adanya konflik antar koalisi partai yang dibentuk oleh
Portugal dengan ditandai dengan adanya Kudeta Agustus. Kudeta ini dilakukan
bertujuan untuk membersihkan koloni dari unsur-unsur komunis. Tujuan utama
pemimpin UDT bukanlah untuk menghancurkan Fretilin melainkan untuk memaksa para
pemimpin kelompok moderat agar mengambil tindakan
terhadap kelompok ekstrimis.
Tindakan ini
kemudian berujung pada pembentukan front anti komunis agar terciptanya
ketentraman di Indonesia, hal ini disinyalir karena tidak adanya kepercayaan
dari pemimpin UDT bahwa tidak akan ada kemerdekaan untuk Timor Timur di bawah
Fretilin. Pada fase ini juga Fretilin menyatakan kemerdekaannya secara sepihak.
Hal ini mendapat penolakan deklarasi dari Indonesia dan Portugal juga empat
partai lain, UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista.
Reaksi
berantai mulai bermunculan pada fase keempat ini, seperti Operasi Seroja,
operasi ini merupakan upaya militer penuh untuk menguasai Dili yang diawali
dengan pengeboman yang dilakukan dari laut, lalu serangan udara yang dilakukan
oleh satuan elit Kopassandha (sekarang Kopasus) juga serangan dari divisi
Siliwangi dan Brawijaya. Pertempuran yang berlangsung dengan kejam itu ditandai
dengan penjarahan, perampokan, dan kekerasan. Pada hari yang sama Portugal
memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia, dan meminta bantuan PBB untuk
menunjukkan bahwa Portugal belum meninggalkan statusnya sebagai penguasa yang
menguasai Timor.
Serangan
kedua berlangsung pada tanggal 10 Desember, serangan kedua ini bertujuan untuk
mengambil alih Baucau sebagai kota terbesar kedua. Disaat itu Fretilin dan
pasukannya meninggalkan kota-kota dengan membawa tahanan politik termasuk
pemimpin UDT dan Apodeti ke Alieu, tahanan-tahanan yang dibawanya diperlakukan
buruk bahkan dibunuh tanpa alasan yang jelas tepatnya pada 25 Desember beberapa
minggu setelah terjadinya penyerangan di Dili, kecuali Presiden Partai “Araujo”
yang berhasil diselamatkan oleh pasukan Indonesia.
Pendirian
pemerintahan sementara Timor Timur pun berjalan dengan lancar di bawah pimpinan
Araujo yang mampu menguasai beberapa daerah seperti Ocussi dan Pualu Atauro.
Upaya Indonesia untuk emnguasai Timor amatlah memakan biaya yang besar
akibatnya daerah-daerah seperti Alieu, Ainaro, Laspaos, dan Emera baru dapat
dikuasai pada Februari dan April 1976. Terakhir diputuskannya “keputusan untuk
berintegrasi” pada 31 Mei 1976 UDT menandatangani petisi yang meminta agar
Presiden Soeharto menerima integrasi wilayah Tinor Timur ke dalam Indonesia.
Presiden
Soeharto menanggapi petisi tersebut dengan mengirim utusan yang dipimpin oleh
MENDAGRI, Amir Machmud. Pada 16 Juli MPR menyetujui rancangan
Uundang-undang yang memasukkan daerah koloni Portugis ke pangkuan
Republik Indonesia. Timor Timur resmi menjadi provinsi ke 27 di Indonesia
setelah undang-undang tersebut ditanda tangani oleh presiden Soeharto.
4.
ANALISIS DAN PENDAPAT
Analisis dan
pendapat saya atas kasus-kasus diatas :
Disintegrasi
yang berkaitan dengan kepentingan berarti perpecahan yang terjadi timbul atas dasar
kepentingan, baik itu kepentingan individu, maupun kelompok. Kadang- kadang
kepentingan asing justru memprovokasi Bangsa kita sendiri dan disitulah tumbuh
benih-benih perpecahan.
Kepentingan
memang menjadi hal yang sensitif terhadap perpecahan bangsa. Disintegrasi
sungguh mengkhawatirkan, apalagi jika dibiarkan terus menerus. Bahkan bangsa
asing seringkali menjadi kaki tangan dalam pemberontakan-pemberontakan yang
menyebabkan separatisme.
Menurut
saya Pemberontakan APRA, Andi Azis dan RMS memiliki kesamaan tujuan yaitu,
untuk tetap mempertahankan negara federal dan tetap menguasai hak-hak
Indonesia. Mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Mereka melakukan pemberontakan karena merasa status
mereka tidak jelas dan tidak pasti, semenjak Konferensi Meja Bundar.
Keberhasilan
anggota APRIS mengatasi keadaan pemerintahan membuat masyarakat semakin
bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam usaha untuk
mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi
beberapa hambatan yang diantaranya terror dan intimidasi yang ditujukan kepada
masyarakat.
Aksi
teror yang dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan korban jiwa karena dalam
aksi terror tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Sehingga benih-benih
perpecahan pun muncul. Para birokrat pemerintah daerah memprovokasi masayarakat
Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menimbulkan bahaya di
kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan
waspada dari ancaman bahaya tersebut.
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh
mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku
Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan
partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara
Kesatuan RI.
Di sisi lain, dalam menjelang
proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat
yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang
menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan
dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh
Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS).
Dalam upaya penumpasan, pemerintah
berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Karena upaya
perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya pemerintah
melakukan operasi militer. Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS
yang tertangkap akhirnya dimajukan ke meja hijau.
Semua peristiwa ini merupakan bagian
dari usaha Belanda untuk mengadu domba, memecah belah serta menghasut rakyat Indonesia agar saling
bertikai dan menentang pemerintah, sehingga bangsa Indonesia menjadi lemah dan
Belanda dapat kembali menanamkan kolonialisme di Indonesia.
Dalam
kasus diatas memang jelas, kepentingan Belanda untuk tetap menanamkan
kekuasaannya di Indonesia, menjadi dasar terjadinya berbagai
pemberontakan-pemberontakan sehingga menimbulkan Disintegrasi di dalam NKRI.
Ketidakpuasan
kelompok Westerling yang terdiri dari mantan KNIL maupun KL itu ingin mempertahankan bentuk
federal di Indonesia serta mempertahankan adanya tentara tersendiri di dalam
Negara federal, sehingga mereka
tidak kehilangan hak-haknya di Indonesia.
Keinginan
mereka untuk tetap menjadi nomor satu, terlihat dari ketidakinginan mereka
bergabung dalam APRIS, sehingga muncullah Angkatan Perang Ratu Adil. Bekas anggota KNIL dan KL banyak yang menjadi anggota
gerombolan APRA karena mereka enggan untuk bergabung dalam APRIS. Mereka
beranggapan, apabila digabungkan dalam APRIS, mereka akan menjadi tentara nomor dua atau “ dianak tirikan” oleh pemerintah RIS.
Kemudian kita analisis kasus yang
kedua, yaitu kasus mengenai kemerdekaan Timor-Timur (1999), tenyata gerakan
separatisme yang mengakibatkan telepasnya Timor-Timur dari NKRI juga dilandasi
kepentingan bangsa asing, khususnya kepentingan Australia dan Amerika Serikat
dapat dilihat dalam kasus Timor-Timur ini.
Menurut pendapat saya, kasus
Timor-Timur ini adalah bentukan dari kepentingan negara Barat. Australia dan
Amerika yang menunjukkan bahwa kedua negara tersebutlah yang menjadi kaki
tangan atas salah satu tragedi besar setelah Perang Dunia II. Dapat dilihat
pada fase dua pada penjelasan sebelumnya bahwa Australia mendukung Timor-Timur
untuk berintegrasi dengan Indonesia, namun sikap Australia memang
membingungkan. Seharusnya Australia dan Amerika Serikat mengungkapkan bahwa
kekerasan Indonesia terhadap Timor-Timur tidak dapat diterima.
Kalau kita telaah dengan
sungguh-sungguh, adanya faktor eksternal yakni campur tangan pihak asing ini
merupakan cerminan bahwa memang ancaman disintegrasi dapat muncul dari mana
saja, bukan hanya karna kondisi domestik yang tidak kondusif sehingga
menyebabkan lahirnya pemberontakan tetapi campur tangan bangsa asing melalui
tekanan-tekanan politik dan berbagai kepentingan yang ingin diwujudkan bangsa
asing itu juga sangat berpengaruh terhadap perpecahan bangsa Indonesia.
Menurut pendapat saya, apabila kedua
kasus diatas dibandingkan, terdapat persamaan yang menjadi penyebab terjadinya
disintegrasi. Kasus yang pertama, yaitu Pemberontakan APRA, yang memiliki motif
(tujuan dan latar belakang yang sama) dengan Pemberontakan Andi Azis dan
Republik Maluku Selatan) didasari kepentingan bangsa asing yaitu Belanda dalam
hal Pemerintahan RIS, karena ketidakpuasan atas keputusan tersebut, Westerling
membentuk APRA yang kemudian melancarkan pemberontakannya.
Peran utama dari kasus ini adalah
kepentingan Bangsa asing yang tetap ingin berdiri di dalam Negara Indonesia
yang Federal. Dan persamaanya dengan kasus yang kedua yaitu Kasus merdekanya
Timor-Timur, adalah sama-sama didasari kepentingan bangsa asing. Bangsa asing
yang terlibat dalam kasus Timor-Timur adalah Portugal, Australia dan Amerika
Serikat.
Portugal ingin menunjukkan bahwa ia
belum meninggalkan statusnya sebagai penguasa yang menguasai Timor. Sebab,
sebelumnya Portugal mengakui Timor Timur
sebagai bagian dari mereka. Namun setelah revolusi yang terjadi di Portugal
pada April 1974, Timor Timur diberikan pilihan bagi rakyatnya. Pilihan-pilihan
tersebut adalah: (1) menjadi daerah otonom dalam federasi dengan Portugal; (2)
menjadi negara bebas dan merdeka (sebagai bagian atau di luar persemakmuran
Portugis); atau (3) berserikat dengan Republik Indonesia.
Timor timur dipengaruhi oleh bangsa
asing sehingga merasa terprovokasi dan tak lama kemudian pecahlah gerakan
separatis hingga Timor timur berhasil melepaskan diri dari NKRI, dan menjadi
Timor Leste.
Dapat kita cermati bahwa potensi
disintegrasi yang ada dalam Indonesia sangatlah besar. Dapat dilihat dari kasus
kasus yang terjadi semenjak Indonesia merdeka hingga sekarang. Saya berharap
kasus-kasus diatas takan pernah lagi terjadi di Indonesia. Semoga Integrasi
nasional tetap trpaku dalam jiwa bangsa Indonesia.
Menurut saya, sebaiknya pemerintah RI
semakin waspada terhadap apapun yang dilakukan oleh bangsa asing di Indonesia.
Jangan sampai kepentingan mereka menindih kemerdekaan kita hingga menimbulkan
disintegrasi di dalam Negara Kesatuan Republk Indonesia.
Mudah-mudahan bangsa Indonesia tetap
bersatu teguh untuk selama-lamanya, dan takan pernah lagi ada gerakan separatis
yang mengancam keutuhan bangsa kita tercinta ini.
Referensi:
Singh,
Bilver. 1998. "Integrasi Timor Timur ke Dalam Indonesia: Dinamika
Eksternal" dalam Timor Timur, Indonesia dan Dunia: Mitos dan Kenyataan.
Jakarta: Institute for Policy Studies. hlm 41-113
Wardhani,
Baiq. 2004. "External Support for Liberation Movements in Aceh and
Papua" dalam Biennial Conference of the Asian Studies Association of Australia,
Canberra 29 June-2 July
trims, bermanfaat skli tehAi :)
BalasHapussama sama :-)
Hapusterima kasih teh ai :)
BalasHapussama sama de :-)
HapusTerima kasih kakak, ijin copas beberapa bagian ya untuk bikin powerpoint
BalasHapusSilakan 😊
HapusTerimakasih kak, sangat terbantu dengan penjelasan nya
BalasHapusSama sama kak😊
Hapus