Firman Allah mengenai ibadah antara
lain ada pada surat Adz – Dzariyat ayat 56 yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
Ibadah berasal dari bahasa Arab
yaitu ‘ibadah, yang artinya menyembah
atau menghamba. Sedangkan secara terminologi adalah penghambaan seorang manusia
kepada Allah swt untuk dapat mendekatkan diri kepada-Nya sebagai realisasi dari
pelaksanaan tugas hidup selaku makhluk yang diciptakan Allah.
Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus. Yang
umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah swt, dan yang khusus ialah apa
yang ditetapkan Allah swt akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya
yang tertentu.
Ja’far Subhani ketika membahas batasan esensi ibadah
mengemukakan bahwa ibadah ialah tunduk meyakini uluhiyah (ke-Tuhanan) yang disembah, rububiyah, dan kemerdekaan-Nya
dalam berbuat. Nurcholis Madjid ketika menjelaskan pengertian ibadah ia
mengemukakan bahwa ibadah dalam pengertian yang lebih khusus sebagaimana
umumnya dipahami dalam masyarakat yaitu menunjuk kepada amal perbuatan tertentu
yang secara khas bersifat keagamaan. Dari sudut ini, kadang-kadang juga
digunakan istilah ‘ubudiyah yang pengertiannya mirip dengan kata-kata ritus
atau ritual dalam pembahasan ilmu-ilmu sosial.
Ibadah itu banyak sekali macamnya. Secara umum
ibadah dapat dibagi kepada dua macam, yaitu :
a. Ibadah
makhdhah atau ibadah khusus. . Ibadah
mahdhah adalah ibadah yang berhubungan langsung kepada Allah swt yang telah
ditentukan macamnya, tata cara, syarat dan rukunnya oleh Allah swt dalam
Alquran atau melalui sunnah Rasul dalam haditsnya. Dalam ibadah mahdhah tidak boleh ada tambahan atau
pengurangan dari perintah atau contoh yang telah ditentukan. Melakukan yang
tidak diperintahkan atau dicontohkan oleh Rasulullah saw. adalah bid’ah, sedangkan bid’ah dalam ibadah itu ditolak.
b. Ibadah
ghair mahdhah atau yang bersifat umum. Ibadah ghair mahdhah atau ibadah yang bersifat umum adalah ibadah yang
jenis dan macamnya tidak ditentukan, baik oleh Alquran maupu al-Sunnah. Ibadah ghair mahdhah ini umumnya berkaitan
dengan segala kegiatan manusia yang memberikan manfaat bagi kemanusiaan atau
yang biasa disebut mu’amalah yang
jenis dan macamnya tidak dirinci satu persatu.
Beribadah kepada Allah swt. Berarti memusatkan
penyembahan kepada-Nya semata-mata, tidak ada yang disembah dan mengabdikan diri
kecuali kepada-Nya saja. Dengan kata lain, semua kegiatan manusia, baik yang
bersifat ‘ubudiah maupun yang bersegi mu’amalah adalah dikerjakan dalam
rangka penyembahan kepada Allah swt. Dan mencari keridlaa-Nya. Allah berfirman
dalam Q.S Al – Bayyinah ayat 5 yang artinya :
“Dan
mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka
mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang
lurus”
Manusia dalam hubungannya dengan Tuhan menempati
posisi sebagai ciptaan, dan Tuhan sebagai Pencipta. Dalam bahasa agama Islam
Tuhan disebut al-Khaliq atau pencipta dan selain Allah swt adalah makhluk yang
tercipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat
dan patuh kepada Penciptanya.
Manusia yang berfungsi sebagai khalifah dan
berstatus sebagai hamba (‘abd)
merupakan perpaduan tugas dan tanggungjawab yang melahirkan dinamika hidup yang
sarat dengan kreatif dan amaliyah yang selalu berpihak kepada nilai-nilai
kebenaran. Karena itu hidup seorang muslim akan dipenuhi dengan amaliah, kerja
keras yang tiada henti. Bekerja keras bagi seorang muslim adalah bentuk amal
shaleh. Kekhalifahan adalah realisasi dari pengabdiannya kepada Allah swt yang
menciptakannya.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan
anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta),
tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid
dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan
hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah
ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam
ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan. Ada juga yang
mengatakan bahwa ibadah itu dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Ibadah
Mahdlah
Ibadah
yang dilakukan hanya berhubungan dengan Allah saja (Hablum Minallah) dan
bertujuan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Contoh : Ibadah Shalat.
b. Ibadah
Ghair Mahdlah
Ibadah
yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan dengan Allah, tetapi juga
menyangkut hubungan sesama makhluk. Contoh : Zakat
c. Ibadah
Wajhain
Ibadah
yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu Mahdlah dan Ghair Mahdlah. Contoh:
Nikah.
Dalam melakukan ibadah tidak ada suatu bentuk ibadah
yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Alquran dan Al-Sunnah. Agar dapat
diterima, ibadah disyaratkan harus benar dan ibadah itu tidak bisa dikatakan
benar kecuali dengan adanya dua syarat :
a. Ikhlas
karena Allah Semata
Syarat
pertama merupakan konsekuensi dari syahadat Laa Ilaaha Illallaah, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik
kepadaNya.
b. Ittiba’,
sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
Syarat
kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut
wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau
ibadah yang diada-adakan.
Mustafa
Ahmad al-Zarqa, seorang ahli ilmu fiqih menyebutkan beberapa sifat yang menjadi
ciri-ciri ibadah yang benar, yaitu :
a. Bebas
dari perantara; dalam beribadah kepada Allah swt, seorang muslim tidak
memerlukan perantara, akan tetapi harus langsung kepada Allah swt.
b. Tidak
terikat kepada tempat-tempat khusus; secara umum ajaran Islam tidak
mengharuskan penganutnya untuk melakukan ibadah pada tempat-tempat khusus,
kecuali ibadah Haji. Islam memandang setiap tempat cukup suci sebagai tempat
ibadah.
c. Tidak
memberatkan dan tidak menyulitkan, sebab Allah swt senantiasa menghendaki
kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan.
a. Ibadah
membawa seseorang untuk memenuhi perintah Allah, bersyukur atas nikmat yang
diberikan dan melaksanakan hak sesama manusia.
b. Ibadah
merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah swt.
c. Ibadah
bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia (al-Ghazali).
d. Ibadah
dapat menyembuhkan badan yang sakit, contoh: gerakan solat.
e. Ibadah
mensucikan jiwa dan mengangkatnya ke derajat tinggi menuju kesempurnaan
manusiawi.
f. Ibadah
merupakan sebab utama untuk meraih keridloan Allah yang merupakan jalan masuk
Surga dan selamat dari siksa Neraka.
a.
Pengertian Sholat
Shalat menurut
Bahasa berarti “doa” atau “rahmat”. Pengertian ini diambil berdasarkan firman
Allah dalam Q. S At – Taubah ayat 103 yang artinya :
“Dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya
doa itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui”
Sedangkan
menurut istilah syara’ shalat berarti perbuatan khusus seorang muslim yang
berisi bacaan – bacaan dan gerakan – gerakan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam dengan memenuhi syarat – syarat tertentu.
Shalat merupakan
salah satu ibadah yang diwajibkan Allah Subhanahu Wata’ala kepada setiap muslim
lima kali dalam sehari semalam dalam waktu – waktu yang telah ditentukan. Dalam
shalat itu, ia berdiri dengan menghadapkan mukanya dimana saja ia berada ke arah
kiblat. Fungsi Shalat
Shalat merupakan
suatu media komunikasi antara hamba dengan Khaliknya, dengan cara menghadapkan
diri dan hati kepada-Nya. Apabila shalat itu dilakukan dengan khusyu dan
kontinyu, maka ia akan menjadi alat pendidikan rohani yang efektif,
memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan kesadaran.
Semakin banyak
shalat dilakukan dengan penuh kesadaran, sebanyak itu pula rohani dan jasmani
manusia dilatih berhadapan dengan Dzat Yang Maha Suci, dan efeknya akan membawa
kepada kesucian rohani dan jasmani. Kesucian rohani dan jasmani akan
memancarkan akhlak yang mulia, sikap hidup yang dinamis yang penuh dengan amal
shaleh, dan dapat terhindar dari perbuatan dosa dan kejahatan.
Dengan kata lain
bahwa melakukan shalat yang lima waktu dengan penuh kesadaran dan rasa khusyu
akan berdampak positif terhadap perilaku manusia, dan dapat mengakibatkan
manusia terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Dan hal ini sesuai dengan apa
yang telah dijelaskan Allah Subhanahu Wata’ala dalam salah satu firman-Nya :
“Dan
tegakkanlah shalat, karena shalat itu dapat mencegah diri dari perbuatan keji
dan mungkar” (Q. S Al – Ankabut : 45)
Ditinjau dari
segi kedisiplinan, shalat juga merupakan pendidikan positif yang dapat
menjadikan manusia dan masyarakat menjadi hidup teratur. Dengan melaksanakan
shalat sebanyak lima kali sehari semalam, seorang muslim tentu akan menjadi
seorang yang selalu memperhatikan perjalanan masa dan selalu sadar tentang
peredaran waktu.
Kesadaran
terhadap waktu akan membawa hidup yang teratur dan penuh manfaat. Sebaliknya,
orang yang tidak pernah memperhatikan waktu, maka sudah pasti hidupnya tidak
akan teratur dan kurang bermanfaat. Oleh karena itu Allah Subhanahu Wata’ala
dalam Al-Quran surah Al – ‘Ashr memperingatkan bahwa manusia akan rugi
hidupnya, manakala lalai terhadap waktu dan tidak memelihara disiplin waktu.
Kelelahan
jasmani karena kerja, keletihan otak akibat kesibukan- kesibukan pikiran duniawi
yang dilakukan dari pagi hingga sore hari senantiasa mendapat penyegaran rohani
dengan jalan melakukan shalat. Dan kalau kita perhatikan, umumnya orang – orang
yang mendapat gangguan jiwa adalah akibat tegangan emosi dan bertumpuknya
fikiran – fikiran yang serba ruwet dan tak terpecahkan. Penyakit yang namanya
neurosis (gangguan – gangguan badan disebabkan penyakit syaraf) juga bersumber
dari hilangnya keseimbangan dalam jiwa manusia.
Dengan shalat
InsyaAllah, akan menjadi obat penawar paling mujarab bagi kesehatan jiwa,
rohani dan fisik manusia, karena shalat merupakan salah satu bentuk komunikasi
manusia kepada Allah agar manusia selalu ingat kepada-Nya. Dan dengan ingat
kepada Allah itulah yang akan menenangkan pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana
dijelaskan Allah dalam firmannya :
“Orang – orang yang beriman, hari
mereka jadi tenteram karena mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram” (Q. S Ar – Ra’d : 28)
Adapun kebalikan dari itu, Al Quran menyatakan bahwa
meninggalkan sholat itu sebagai tanda tenggelamnya seorang manusia dalam hawa
nafsu dan sebagai jalan kejatuhannya ke dalam jurang kecelakaan dan kesesatan.
Dan merupakan sebab daripada sebab kekalnya kelak di dalam api neraka. Allah
berfirman :
“Maka datanglah sesudah mereka itu
suatu kaum yang menyia – nyiakan sholat serta memperturutkan hawa nafsunya.
Mereka itu kelak akan dilemparkan ke dalam api neraka”
Selain itu, shalat juga dapat menjadi sarana sebagai
pembinaan umat, khususnya dalam shalat berjamaah. Bahkan dalam sebuah hadits,
Rasulullah menjelaskan bahwa “Shalat berjamaah itu lebih utama dua puluh tujuh
kali lipat daripada shalat sendirian” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Bahkan shalat berjamaah itu diwajibkan
melaksanakannya sekali dalam satu minggu yaitu pada waktu shalat Jum’at.
Melalui shalat berjamaah ini, Islam mendidik pemeluk – pemeluknya bergaul,
bermasyarakat, mempertebal ikatan ukhuwah Islamiyah.
Shalat mendidik manusia menumbuhkan solidaritas yang
kuat dan ajaran persamaan antar manusia. Anggota – anggota jama’ah duduk dalam
satu barisan. Yang miskin berdampingan dengan yang kaya dan rakyat biasa
bersamaan dengan pembesar – pembesar. Semuanya melakukan gerakan- gerakan yang
serupa dan seirama. Mereka sujud dan ruku dengan disiplin dalam satu komando
“Allahu Akbar” dari imam.
a.
Pengertian dan ketentuan shaum
Shaum
menurut bahasa artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan tidur,
menahan berbicara dan juga menahan makan. Sedangkan secara istilah, shaum adalah menahan diri dari sesuatu
yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, bersetubuh, dan juga dari hawa
nafsu yang dapat mengurangi nilai puasa tersebut seperti berkata dan berbuat
yang keji dan kotor mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan
disertai niat dan syarat – syarat tertentu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman
dalam Al – Quran surat Al – Baqarah ayat 187 yang artinya :
“Makan dan minumlah kalian hingga kelihatan benang yang putih dari
benang yang hitam yaitu fajar”
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasallam bersabda : “Dari Ibnu Umar: Saya mendengar Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wasallam bersabda: Apabila malam datang dan siang lenyap dan matahari
terbenam, sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Shaum di
bulan Ramadhan merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh kaum muslimin selama satu bulan dalam satu tahun yang ketentuannya telah
dijelaskan oleh Allah dalam Al – Quran surat Al – Baqarah ayat 183 :
“Wahai orang – orang yang beriman,
telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang
sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”
Di dalam ayat tersebut terdapat beberapa ketentuan
yang berkaitan dengan maslaah shaum, yaitu bahwa shaum merupakan suatu
keharusan bagi orang yang beriman untuk melaksanakannya selama satu bulan dalam
satu tahun. Namun bagi orang- orang tertentu, seperti dalam keadaan sakit,
sehingga kalau dia melaksanakan puasa akan mengalami suatu kepayahan dan bahkan
sakitnya bisa bertambah parah, maka boleh berbuka atau tidak berpuasa dengan
ketentuan harus mengganti pada hari yang lain di luar bulan Ramadhan.
Berikutnya dalam ayat itu terdapat pula perkataan
yang menjelaskan “atau berada dalam perjalanan” yang berarti memberi suatu
kelonggaran untuk berbuka bagi orang yang berada dalam perjalanan. Adapun
setelah dia sampai ke tempat tujuannya dan perjalanannya telah berhenti, maka
wajib baginya berpuasa kembali kendatipun dia bukan di negerinya sendiri.
Begitu juga sebagian dari kemudahan di dalam
berpuasa itu ialah bahwasanya Allah telah membolehkan tidak berpuasa di bulan
Ramadhan kepada orang – orang yang sehat yang menetap yang sukar baginya
berpuasa dan akan memayahkan mereka bahkan mungkin akan menimbulkan bahaya
kepada mereka, seperti orang yang sudah tua, wanita hamil dan menyusui. Karena
orang – orang seperti itu dipandang tidak akan lagi menemukan hari – hari
dimana mereka dapat mengqadha puasanya, maka Allah pun telah mencukupkan bagi
mereka itu untuk memberi makan seorang miskin setiap hari sesuai dengan jumlah
puasa yang ditinggalkannya.
b.
Nilai Shaum (Puasa)
Perintah Allah tentang puasa itu dimulai dengan
seruan “ Wahai orang – orang yang
beriman” dan diakhiri dengan “agar
kamu bertaqwa dan dengan perkataan
“supaya kamu bersyukur”
Seruan Allah itu menunjukkan prioritas keimanan
sebagai asas kebaikan dan sumber keutamaan. Dan pada akhirnya seruan itu
menyebutkan taqwa yang merupakan roh keimanan serta rahasia kemenangan. Hal ini
menjadi petunjuk yang kuat dan pemberian keterangan yang jelas bahwa puasa yang
dikehendaki Allah itu bukanlah semata – mata menahan diri dair makan dan minum,
tetapi adalah menahan diri dari segala yang menodai keimanan dan yang tidak
sesuai dengan keutamaan taqwa serta pengawasan diri.
Dan dalam hadits yang lain dijelaskan pula “Bukanlah puasa itu hanya sekedar menahan
makan dan minum saja, tetapi puasa itu ialah menahan diri dari perkataan yang
sia – sia dan perbuatan kotor”
Apabila seseorang melakukan puasa dengan menaati
ketentuan sebagaimana diatas, maka barulah akan tercapai apa yang menjadi
tujuan dari puasa itu sendiri sebagaimana yang kita pahami dari firma-Nya yang
telah dijelaskan diatas yaitu untuk membentuk manusia yang bertaqwa.
Untuk dapat tercapainya derajat taqwa itu, maka bagi
orang yang melaksanakan puasa dikenakan ketentuan – ketentuan yang berupa
anjuran dan larangan yang harus ditaatinya seperti tidak boleh melakukan perbuatan
dan perkataan yang keji.
a.
Pengertian Zakat
Zakat secara bahasa berasal dari
kata “zaka” yang berarti mensucikan.
Secara istilah syara’, Sayid Sabiq
mengartikan zakat sebagai nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah swt yang
dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Sedangkan menurut Sulaiman Rasyid,
zakat yaitu kadar harta tertetu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya
dengan beberapa syarat. Jadi zakat ialah sebagian kekayaan yang diambil dari
milik seseorang yang punya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya
sesuai dengan ketentuan.
Bagi orang yang mengeluarkannya (muzakki), zakat memiliki fungsi sebagai
wujud dari ketaatan atas perintah Allah swt dan sekaligus merupakan cara
pembersihan dan pensucian harta yang dimilikinya, serta merupakan wujud
kepedulian sosial dari orang yang mampu kepada orang yang lemah.
Zakat lebih diarahkan pada
penyantunan kaum dhu’afa yang secara langsung diberikan dalam bentuk bahan
konsumtif atau dengan cara diarahkan pada kegiatan produktif guna peningkatan
kemampuan golongan ekonomi lemah sehingga mereka dapat keluar dari kemiskinan.
b.
Fungsi Zakat
Zakat memiliki fungsi yang besar,
baik bagi muzakki, mustahiq maupun bagi msyarakat muslim pada umunya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa
untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan angkuh
yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebihan.
Bagi mustahiq, zakat memberikan
harapan adanya perubahan nasib dan sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki,
dan suudzdzan terhadap orang-orang
kaya. Dengan demikian, jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin dapat
dihilangkan.
Zakat itu hukumnya wajib atas orang
kaya yang mempunyai harta lebih daripada apa yang dihajatkannya serta hajat
kaum keluarga yang wajib dibiayainya, diambilkan dari harta bendanya yang berupa
uang atau nilai barang-barang perniagaannya, seperti ternak dan hasil panen
sawah dan ladang menurut ukuran yang telah diketahui oleh kaum muslimin yang
hasilnya dapat menutupi hajat orang-orang fakir miskin serta kepentingan umum
dan tidak akan mencekik leher orang-orang yang mempunyai harta benda tersebut.
Zakat merupakan ibadah yang
bersifat materi dari ummat untuk ummat, khususnya dari yang mampu kepada yang
tidak mampu, karena zakat merupakan pembelanjaan sebagian harta orang-orang
kaya kepada fakir miskin.
a. Haji
: Makna dan Tujuan
Haji
secara Bahasa artinya menyengaja sesuatu. Sedangkan secara istilah syara’ yang
dimaksud haji itu ialah menyengaja mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa
amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu.
Haji
merupakan suatu ibadah yang sudah dikenal sejak zaman sebelum nabi Muahmmad
saw, yang menuntut dari orang yang melaksanakannya supaya dikerjakan dengan
hati, badan dan hartanya yang berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya.
Haji
ini wajib dikerjakan oleh orang muslim yang sanggup melakukannya di masa-masa
tertentu dan tempat-tempat yang tertentu pula, yang harus dilakukan atas dasar
karena Allah swt dan semata-mata mengarap ridha Allah swt. Dan ibadat haji itu
dimulai dengan niat haji karena Allah swt, dilakukan dengan penuh keikhlasan
dengan tanpa memakai pakaian yang berjahit,
dan barang-barang mewah. Dalam ibadah haji, tidak ada perbedaan antara kaya
dan miskin, antara pejabat dan rakyat biasa.
Ibadah haji
pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. yang disuruh membangun Baitullah
di Mekkah agar supaya orang-orang thawaf di sekelilingnya dan menyebut nama
Allah swt sewaktu mengerjakannya. Nabi Ibrahim a.s. kemudian melaksanakan
perintah Allah swt, dan membangun Baitullah, dan mengajak manusia untuk
melakukan haji ke sana dan disuruhnya pula anak cucunya untuk bertempat tinggal
di tempat itu. Sejak itu, orang-orang Arab pun berdatangan mengunjungi
Baitullah yang telah dibina oleh Nabi Ibrahim a.s. itu untuk melakukan ibadah
haji, menyembah Allah swt menurut apa yang telah ditentukannya.
Ibadah
haji ini selanjutnya diwajibkan kepada setiap orang muslim yang mempunyai
kemampuan satu kali seumur hidup. Allah swt dalam salah satu firman-Nya
menjelaskan :
Artinya : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Al Imran: 97)
1)
Haji
Ifrad
Haji Ifrad adalah pelaksanaan haji
saja. Jamaah haji yang memilih cara ini tidak diwajibkan membayar dam.
Pelaksanaan haji ifrad biasa dipilih oleh jamaah haji yang masa waktu wukufnya
sudah dekat (kurang lebih) lima hari. Haji ifrad dapat dilakukan dengan empat cara,
yaitu sebagai berikut.
a)
Haji saja, tanpa melakukan umrah
b)
Melaksanakan haji lebih dahulu baru
melakukan umrah
c)
Melaksanakan umrah sebelum bulan-bulan
haji, lalu berihram haji pada bulan haji
d)
Melaksanakan umrah pada bulan-bulan
haji, lalu pulang ke tanah air dan berangkat kembali ke tanah suci untuk
melaksanakan haji
Namun pada umumnya, dikatakan haji
ifrad ialah mendahulukan haji daripada umrah. Artinya melaksanakan haji dahulu
dan setelah selesai haji, baru melaksanakan umrah. Beberapa perbuatan
berikut dilakukan bagi jamaah haji ifrad ketika melaksanakan haji
2)
Haji Tamattu
Haji tamattu adalah melaksanakan
umrah lebih dahulu, baru melakukan ibadah haji. Jamaah haji tamattu, diwajibkan
membayar dam nusuk (sesuai ketentuan manasik). Pelaksanaan haji tamattu dimulai
dengan melaksanakan umrah terlebih dahulu, yaitu..
3)
Pelaksanaan Haji Qiram
Haji Qiram adalah melaksanakan haji
dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Dalam hal ini,
jamaah haji qiram wajib membayar dam nusuk. Pelaksanaan haji
dengan cara qiram dapat dipilih bagi jamaah haji yang karena
sesuatu hal, ia tidak dapat melaksanakan umrah sebelum dan sesudah hajinya,
termasuk di antaranya jamaah haji yang masa tinggalnya di Mekah sangat
terbatas.
1)
Salat Sunah di Hijir Ismail
Salat sunah ini dapat dilaksanakan kapan saja apabila keadaan memungkinkan
2) Membaca talbiyah
Talbiyah sunah dibaca selama ihram sampai melontar Jamrah Aqabah pada hari
nahar (Iduladha). Bacaan talbiyah adalah.
Artinya:
Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu,
aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah
milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.
3)
Salat
sunah tawaf di belakang Maqam Ibrahim
4)
Memasuki
Ka'bah (rumah suci) sambil berdoa
d.
Syarat-Syarat haji yang harus dipenuhi :
1.
Beragama
Islam
2.
Berakal
sehat
3. Balig atau dewasa
4. Merdeka (bukan budak) dan
5. Kuasa atau mampu untuk melakukannya
e.
Tata Cara Haji
Ibadah haji dilakukan dalam bentuk
kegiatan-kegiatan yang dikerjakan secara fisik berupa ihram, thawaf, sa’I,
wuquf, mabit, melempar Jumrah, dan tahallul. Penjelasan dari masing-masing
tindakan ibadah haji tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Ihram (berniat
melakukan haji atau umrah)
Niat haji dilakukan bersamaan dengan
mengenakan pakaian ihram, yaitu
pakaian tanpa berjahit, sebagai simbol kehidupan yang mempunyai dua makna
sebagai berikut:
Pertama, melepaskan
diri dari kemewahan-kemewahan jasmani, dan kesenangan-kesenangan duniawi,
seperti berdandan, bersolek dengan harum-haruman, dan mencukur rambut dan meninggalkan
apa-apa yang dilarang Allah swt, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :
Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” (Qs.
Al Baqarah/2 :197)
Kedua, sebagai
sambutan atas panggilan Allah swt, yang berupa seruan keras dengan mengucapkan
“Labbaik Allah summa labbaik”. Seruan
ini disebut dengan “Talbiyah”. Seruan
ini merupakan lambing pengakuan bahwa yang berhaji mendengar dan siap menuruti
perintah Allah swt.; senantiasa bersegera untuk menunaikan perintah-perintah
tersebut; dan bahwasannya Allah swt adalah Tuhan yang menguasai segala yang ada
serta penegasan bahwa tidak ada sesuatu pun yang berhak dipuji, disyukuri
nikmatnya dan ditunaikan perintah-perintah-Nya kecuali Dia.
Ihram dilakukan
pada tempat-tempat tertentu yang telah ditetapkan oleh Nabi saw., yang disebut
dengan”miqat maqani”. Ada lima tempat
untuk mulai melakukan ihram.
a)
Dzul-Hulaifah, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah Madinah.
b)
Juhfah, sebagai
miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah Syria.
c)
Dzatu ‘Irqin, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah timur-laut Mekah.
d)
Qarnul-Manazil, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah timur Mekah.
e)
Yalamlam, sebagai miqat
bagi Jemaah haji yang datang dari arah selatan Mekah.
2)
Thawaf
Thawaf adalah mengelilingi kabah sebanyak tujuh kali
putaran, bergerak berlawanan dengan arah jarum jam. Dimuali dari sudut Kabah
tempat beradanya Hajar Aswad. Ada
tiga jenis thawaf dalam ibadah haji,
yaitu:
a) Thawaf qudum, yakni thawaf selamat datang
yang dilaksanakan begitu masuk ke Mesjid Haram, yang merupakan penghormatan
terhadapnya dan sebagai ganti shalat
tahiyyatul-masjid
b) Thawaf Ifadhah, yakni thawaf yang merupakan rukun haji. Dilakukan mulai tabgah malam
tanggal 10 Dzulhijjah.
c) Thawaf Wada, yakni thawaf selamat tinggal, yang dilakukan oleh Jemaah haji tatkala
akan meninggalkan kota suci Mekkah.
3) Sa’I antara Shafa dan Marwah
Sa’I, artinya berjalan
cepat. Sa’I sebagai tindakan ibadah
haji adalah berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah, sebanyak tujuh balikan,
yang dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di buku Marwah. Tindakan Sa’I termasuk kedalam wajib haji, yang
dilakukan setelah thawaf qudium. Di
dalam Sa’I tersebut, seorang haji
meminta ampunan dan permohonan maaf kepada Allah swt. Sai’I juga merupakan ibadah napak tilas, mengingat kembali
perjuangan Siti Hazar tatkala mencari air untuk minum bagi diri dan anaknya,
Isma’il ‘alaihissalam
4) Wuquf di
Arafah
Yang dimaksud wuquf,
adalah
hadir di padang Arafah, yaitu suatu dataran luas tanpa penduduk di luar kota
Mekah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Wukuf di Arafah berguna untuk mengingat
kejadian sejarah masa lampau dan berdzikir memuji Tuhan, baik dalam keadaan
duduk maupun berbaring. Wukuf dapat dipandang sah dengan berada di sana pada
hari yang ke sembilan itu, sejak dari waktu dzuhur hingga terbit fajar pada
hari ke sepuluh. Memperpanjang waktu wuquf hingga mencapai sebagian malam
adalah lebih utama dan lebih sempurna. Wuquf di Arafah ini adalah merupakan
upacara ibadat haji yang terpenting hingga Rasulullah pernah bersabda : “Haji itu adalah wuquf di Arafah”.
5)
Mabit
di Muzdalifah
Mabit
artinya bermalam atau lewat malam. Setelah selesai melakukan wuquf di Arafah,
yang berhaji berangkat menuju Muzdalifah. Di sini ia melewatkan malam
tanggal 10 Dzulhijjah, sebelum sampai di
Mina.
6)
Mabit
di
Mina
Pada pagi hari tanggal 10 itu haji
berada di Mina untuk melaksanakan mabit
selama dua malam atau tiga malam. Selama di Mina yang berhaji melakukan tidakan
melontar Jumrah, dan pada hari nahar
(pengorbanan) melakukan hewan penyembelihan qurban.
7)
Melontar Jumrah
Di Mina yang berhaji melontar
Jumrah sebagai simbol yang menyatakan ketetapan hatinya untuk membuang
sifat-sifat jelek dan meninggalkan dorongan-dorongan jiwa syaitoniah yang
jahat. Ia mengulang-ulang perbuatan itu guna menguatkan ketetapan tersebut.
Ada tiga Jumrah, yang disebut
dengan Jamarat, tempat seorang hajji
melakukan lontaran, yaitu Jumrah Aqabah, Jumrah Wustha, Jumrah Ula.
Masing-masing lontaran dilakukan dengan tujuh buah batu. Selama di Mina,
seorang hajji melontar ketiga Jumrah tersebut setiap hari,kecuali pada hari
pertama, ia hanya melakukan lontaran pada Jumrah Aqabah saja. Sedangkan pada
hari-hari selanjutnya, ia melakukan lontaran pada ketiga Jumrah setiap harinya,
dimulai dari Jumrah Ula, kemudian Jumrah Wustha, dan diakhiri dengan Jumrah
Aqabah.
8)
Tahallul
(melepaskan diri dari ihram)
Tahallul
artinya
melepaskan diri dari keadaan ihram,
yaitu kondisi mengharamkan segala kegiatan sehari-hari di luar ibadah haji,
selain yang dibolehkan. Tahallul
dilakukan dengan cara bercukur rambut kepala atau memotong sebagian
daripadanya, dan kemudian melepaskan pakaian ihramnya.
Ada dua jenis tahallul dalam haji, yaitu: tahallul pertama, yaitu tahallul
setelah melakukan lontar Jumrah Aqabah pertama pada hari 10 Dzulhijjah, sebelum
thawaf ifadhah. Tahallul kedua, yaitu
tahallul yang dilakukan setelah melakukan thawaf ifadhah.
Apabila seorang haji telah
menyelesaikan pekerjaan hajinya dan dia telah melakukan thawaf ifadhah, kemudia dia sudah akan berangkat pulang ke
negerinya, maka dia pun diharuskan melakukan thawaf sekali lagi, yang disebut
thawaf wada, yaitu thawaf selamat tinggal.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: “’umrah yang satu dengan ‘umrah berikutnya adalah
penghapus dosa yang dilakukan antara masa keduanya, sedangkan haji mabrur
balasannya tiada lain adalah surga.” [HR. Al-Bukhari, nomor hadits: 1773]
Adapun hadits tentang
beberapa keutamaan dalam haji antara lain :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:
Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barangsiapa berhaji ke Baitullah tanpa
berkata keji, tanpa bersetubuh dan tanpa berbuat kefasikan (selama ihram), maka
dia pulang (tanpa dosa) bagaikan bayi yang baru lahir.” [Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadits: 1819]. [Mukhtashar Shahih Muslim, hal.399]
“Orang-orang yang mengerjakan ibadah haji dan
‘umrah adalah tamu-tamu Allah, Allah memberi kepada mereka apa yang mereka
minta, dan Dia mengabulkan semua do’a mereka; kemudian Dia akan mengganti semua
harta yang mereka belanjakan untuknya,
satu dirham menjadi sejuta dirham.” [HR. Baihaqi]
a) Memakai wangi-wangian, kecuali yang
dipakai sebelum niat
b) Memotong rambut atau bulu badan yang
lainnya
c) Memotong kuku
d) Mengadakan akad nikah
e) Memburu dan membunuh binatang yang
ada di tanah suci
f)
Bersetubuh