Selasa, 25 April 2017

LAPORAN DISKUSI PRESENTASI BK KELOMPOK 1 “KASUS” KELAS A PENDIDIKAN AKUNTANSI “PERILAKU MENYONTEK, DAMPAK DAN PENANGGULANGANNYA”



LAPORAN  DISKUSI PRESENTASI BK
KELOMPOK 1 “KASUS” KELAS A PENDIDIKAN AKUNTANSI
 “PERILAKU MENYONTEK, DAMPAK DAN PENANGGULANGANNYA
Presentasi hari/tanggal                        : Rabu, 5 April 2017
Dosen pengampu                                : Dr. Euis Kurniati, M.Pd.
Anggota kelompok 1 yang hadir saat presentasi :
1.                  Alif Fauzia Restiadi  
2.                  Ai Kokoy Koyyimah 
3.                  Anis Islamiyah           
4.                  M. Luthfiana             
5.                  Nadia Amira             
Pertanyaan, jawaban, sanggahan  dan tambahan selama diskusi :
1.      Ita Nuraeni : Terkait perilaku menyontek, apakah efektif jika mengubah ujian tertulis dengan ujian lisan ?
Jawaban :
Nadia Amira : Lebih efekttif ujian lisan karena ujian lisan itu meminimalisir terjadinya menyontek, karena ujian lisan itu murni langsung dari apa yang kita ketahui, jadi ujian tulis hanya sebagai bentuk formalitas dalam mengukur kemampuan siswa contohnya Ujian Nasional, namun UN tidak akan efektif jika menggunakan ujian lisan.
Sanggahan :
Ina Sukmawati  : Cukup efektif namun juga tidak terlalu efektif karena tidak semua ujian efektif di tes kan dengan cara lisan.
2.      Safirah Amalia : Sebagai calon pendidik, bagaimana menanggapi guru yang hanya menilai siswa dari nilai ujian ?
Jawaban :
Alif Fauzia : Kami tidak setuju jika guru hanya hanya menilai siswa dari hasil ujiannya. Karena nilai ujian bukanlah tolak ukur dari segalanya. Solusi untuk hal ini diantaranya adalah dengan menerapkan dan menjalankan kurikulum 2013 sebab dalam kurikulum 2013 ada tiga aspek penilaian yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap, sehingga guru tidak akan hanya menilai dari aspek pengetahuan saja, namun juga keterampilan dan sikap.
3.      Adam Pragusti   : Bagaimana kita tahu kalau seseorang menyontek ? jika seseorang ketahuan menyontek lalu dihukum, padahal bukan hanya ia sendiri yang menyontek, berarti itu tidak adil ?
Jawaban :
M. Luthfiana dan Nadia Amira  : kita belajar psikologi pendidikan, kita bisa tahu dari gerak gerik siswa saat ujian contohnya  yang tengak tengok ke sana kemari dan lainnya yang mencurigakan. Kalau masalah ketidakadilan, hal ini mungkin bisa dibilang untung - untungan atau nasib - nasiban karena jika ketahuan menyontek siswa akan dihukum, jika tidak ketahuan wallahualam.
4.      Irham Abdurrahim  : Apa motif teman yang memberi contekan kepada orang lain ?
Jawaban :
Ai Kokoy Koyyimah  : Banyak motif seseorang untuk memberi contekan pada temannya antara lain tekanan teman dekat, merasa tidak enak pada teman dekat, merasa kasihan pada yang minta contekan, terpaksa, terdesak, cari aman agar tidak menimbulkan permusuhan, pengawas ujian yang lengah, dan anggapan bahwa orang yang suka memberi contekan adalah orang yang baik dan yang tidak memberi contekan adalah orang yang pelit. Padahal kenyataannya jika hal ini terus dibiarkan, maka teman yang diberi contekan akan bodoh dan ketergantungan. Solusinya adalah bukan diberi contekan tapi diajak belajar bersama dan mempersiapkan ujian sematang mungkin.
Tambahan :
Laella Balqis  : Saya setuju dengan ungkapan Ai, memang yang tidak suka memberi contekan itu selalu dijauhi, saya juga pernah dijauhi satu kelas jika tidak memberi contekan.
5.      Sonia Noviyanti  : Bagaimana mengubah mindset orang tua supaya tidak menjudge bahwa nilai ujian adalah segalanya ?
Jawaban :
Anis Islamiyah  : untuk menghadapi ortu yg otoriter maka perlu ada pemahamann dari guru bk dan wali kelas siswa agar orang tua tidak terlalu menekankan anaknya dalam belajar, karena tekanan akan membuat anak merasa tertekan dan stress dalam belajar akibatnya anak akan menyontek.
Pemahaman yg harus dipahami orang tua adalah dengan:
a.       Orang tua harus memahami bahwa setiap anak memiliki potensi yang berbeda dan tidak hanya akademik, maka orang tua harus mengarahkan potensi anak tersebut suapaya berkembang.
b.      Orang tua memberikan penghargaan bagi anak yang berprestasi agar anak dapat meningkatkan potensi akademiknya.
c.       Orang tua tidak menekankan anak terhadap nilai atau hasil, orang tua harus memahami bahwa proses adalah yang paling penting bukan hasil
Tambahan :
Sutisna  : seharusnya orang tua tidak terlalu menekan kepada anaknya supaya memiliki nilai ujian yang besar, kita harus mampu memberikan pemahaman bahwa nilai ujian bukanlah segalanya. Orang tua harus paham betul dengan kondisi anaknya.
Sanggahan :
Dhea Rahel : wajar kalau orang tua menuntut anaknya untuk belajar dengan keras dan menuntut nilai di sekolahnya bagus karena orang tua membiayai anaknya sekolah. Maka jangan terus menekan orang tua tapi juga harus ada kesadaran dari diri anak.

MAKALAH PAI TENTANG IBADAH



IBADAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

MAKALAH



 







Disusun oleh :
Kelompok 7 Kelas A
·      Ai Kokoy Koyyimah                    
·      Ardiansah                                     
·      Rd. Fina Karlina O                      

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016



KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Ibadahdengan tepat waktu.
            Dalam penulisan makalah ini kami selaku penulis, tidak sedikit menemukan beberapa hambatan. Namun berkat kerja keras,  kekompakkan serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Sehubungan dengan itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Bapak Usup Romli
2.      Teman – teman Prodi Pendidikan Akuntansi
Dengan kerja keras dan usaha yang telah kami lakukan semoga karya ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis juga akan terus berupaya untuk memperbaiki karya ini sehingga dapat menjadi solusi dari sebagian permasalahan di Universitas Pendidikan Indonesia.





Bandung, 17 Maret 2016


Penulis

 

DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan segala pemberiannya, manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan Allah yang telah memberikannya. Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah. Ibadah merupakan suatu perkara yang wajib dipelajari dan diperhatikan, karenanya ibadah itu tidak bisa dimain-mainkan. Hidup yang dibimbing oleh syari’ah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntuan Allah dan Rasul Nya, salah satu cara untuk mencapai tuntunan tersebut adalah dengan beribadah.
Dalam islam ibadah harus berpedoman pada apa yang telah Allah perintahkan dan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammmad SAW kepada umat islam, yang dilandaskan pada kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad  berupa kitab suci Al-Qur’an dan segala perbuatan, perkataan, dan ketetapan nabi atau dengan kata lain disebut dengan hadits nabi
Sebagai rasa syukur terhadap Allah SWT, hendaknya kita sadar diri untuk beribadah kepada Allah. Semoga kita menjadi orang yang diberikan keberkahan dalam umur kita dan semoga ibadah kita tidak sia – sia.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah yang ditekankan adalah :
1.      Apa pengertian dan hakikat ibadah ?
2.      Apa saja bentuk – bentuk peribadatan ?
3.      Apa saja pengertian dan ruang lingkup shalat, zakat shaum dan haji ?

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Menjelaskan pengertian dan hakikat ibadah.
2.      Menjelaskan bentuk – bentuk peribadatan.
3.      Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup shalat, zakat shaum dan haji.
Adapun manfaat disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Bagi mahasiswa Pendidikan Akuntansi
a.       Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam
b.      Menjadi sumber rujukan apabila mahasiswa membutuhkan bahan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentang Ibadah.
c.       Sebagai tambahan wawasan serta pengetahuan tentang ibadah dalam proses pembelajaran.
2.         Bagi dosen pembimbing
a.       Sebagai bahan penilaian bagi mahasiswa yang menyusun makalah.
b.      Sebagai bahan pembelajaran apabila diperlukan.


BAB II

PEMBAHASAN

Firman Allah mengenai ibadah antara lain ada pada surat Adz – Dzariyat ayat 56 yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
Ibadah berasal dari bahasa Arab yaitu ‘ibadah, yang artinya menyembah atau menghamba. Sedangkan secara terminologi adalah penghambaan seorang manusia kepada Allah swt untuk dapat mendekatkan diri kepada-Nya sebagai realisasi dari pelaksanaan tugas hidup selaku makhluk yang diciptakan Allah.
Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah swt, dan yang khusus ialah apa yang ditetapkan Allah swt akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.
Ja’far Subhani ketika membahas batasan esensi ibadah mengemukakan bahwa ibadah ialah tunduk meyakini uluhiyah (ke-Tuhanan) yang disembah, rububiyah, dan kemerdekaan-Nya dalam berbuat. Nurcholis Madjid ketika menjelaskan pengertian ibadah ia mengemukakan bahwa ibadah dalam pengertian yang lebih khusus sebagaimana umumnya dipahami dalam masyarakat yaitu menunjuk kepada amal perbuatan tertentu yang secara khas bersifat keagamaan. Dari sudut ini, kadang-kadang juga digunakan istilah ‘ubudiyah yang pengertiannya mirip dengan kata-kata ritus atau ritual dalam pembahasan ilmu-ilmu sosial.
Ibadah itu banyak sekali macamnya. Secara umum ibadah dapat dibagi kepada dua macam, yaitu :
a.       Ibadah makhdhah atau ibadah khusus. . Ibadah mahdhah adalah ibadah yang berhubungan langsung kepada Allah swt yang telah ditentukan macamnya, tata cara, syarat dan rukunnya oleh Allah swt dalam Alquran atau melalui sunnah Rasul dalam haditsnya. Dalam ibadah mahdhah tidak boleh ada tambahan atau pengurangan dari perintah atau contoh yang telah ditentukan. Melakukan yang tidak diperintahkan atau dicontohkan oleh Rasulullah saw. adalah bid’ah, sedangkan bid’ah dalam ibadah itu ditolak.
b.      Ibadah ghair mahdhah atau yang bersifat umum. Ibadah ghair mahdhah atau ibadah yang bersifat umum adalah ibadah yang jenis dan macamnya tidak ditentukan, baik oleh Alquran maupu al-Sunnah. Ibadah ghair mahdhah ini umumnya berkaitan dengan segala kegiatan manusia yang memberikan manfaat bagi kemanusiaan atau yang biasa disebut mu’amalah yang jenis dan macamnya tidak dirinci satu persatu.
Beribadah kepada Allah swt. Berarti memusatkan penyembahan kepada-Nya semata-mata, tidak ada yang disembah dan mengabdikan diri kecuali kepada-Nya saja. Dengan kata lain, semua kegiatan manusia, baik yang bersifat ‘ubudiah maupun yang bersegi mu’amalah adalah dikerjakan dalam rangka penyembahan kepada Allah swt. Dan mencari keridlaa-Nya. Allah berfirman dalam Q.S Al – Bayyinah ayat 5 yang artinya :
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus”
Manusia dalam hubungannya dengan Tuhan menempati posisi sebagai ciptaan, dan Tuhan sebagai Pencipta. Dalam bahasa agama Islam Tuhan disebut al-Khaliq atau pencipta dan selain Allah swt adalah makhluk yang tercipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada Penciptanya.
Manusia yang berfungsi sebagai khalifah dan berstatus sebagai hamba (‘abd) merupakan perpaduan tugas dan tanggungjawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan kreatif dan amaliyah yang selalu berpihak kepada nilai-nilai kebenaran. Karena itu hidup seorang muslim akan dipenuhi dengan amaliah, kerja keras yang tiada henti. Bekerja keras bagi seorang muslim adalah bentuk amal shaleh. Kekhalifahan adalah realisasi dari pengabdiannya kepada Allah swt yang menciptakannya.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan. Ada juga yang mengatakan bahwa ibadah itu dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Ibadah Mahdlah
Ibadah yang dilakukan hanya berhubungan dengan Allah saja (Hablum Minallah) dan bertujuan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Contoh : Ibadah Shalat.
b.      Ibadah Ghair Mahdlah
Ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan dengan Allah, tetapi juga menyangkut hubungan sesama makhluk. Contoh : Zakat
c.       Ibadah Wajhain
Ibadah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu Mahdlah dan Ghair Mahdlah. Contoh: Nikah.


Dalam melakukan ibadah tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Alquran dan Al-Sunnah. Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat :
a.       Ikhlas karena Allah Semata
Syarat pertama merupakan konsekuensi dari syahadat Laa Ilaaha Illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepadaNya.
b.      Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
Syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah yang diada-adakan.
Mustafa Ahmad al-Zarqa, seorang ahli ilmu fiqih menyebutkan beberapa sifat yang menjadi ciri-ciri ibadah yang benar, yaitu :
a.       Bebas dari perantara; dalam beribadah kepada Allah swt, seorang muslim tidak memerlukan perantara, akan tetapi harus langsung kepada Allah swt.
b.      Tidak terikat kepada tempat-tempat khusus; secara umum ajaran Islam tidak mengharuskan penganutnya untuk melakukan ibadah pada tempat-tempat khusus, kecuali ibadah Haji. Islam memandang setiap tempat cukup suci sebagai tempat ibadah.
c.       Tidak memberatkan dan tidak menyulitkan, sebab Allah swt senantiasa menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan.
a.       Ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan dan melaksanakan hak sesama manusia.
b.      Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah swt.
c.       Ibadah bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia (al-Ghazali).
d.      Ibadah dapat menyembuhkan badan yang sakit, contoh: gerakan solat.
e.       Ibadah mensucikan jiwa dan mengangkatnya ke derajat tinggi menuju kesempurnaan manusiawi.
f.       Ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridloan Allah yang merupakan jalan masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.
a.         Pengertian Sholat
Shalat menurut Bahasa berarti “doa” atau “rahmat”. Pengertian ini diambil berdasarkan firman Allah dalam Q. S At – Taubah ayat 103 yang artinya :
“Dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Sedangkan menurut istilah syara’ shalat berarti perbuatan khusus seorang muslim yang berisi bacaan – bacaan dan gerakan – gerakan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan memenuhi syarat – syarat tertentu.
Shalat merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan Allah Subhanahu Wata’ala kepada setiap muslim lima kali dalam sehari semalam dalam waktu – waktu yang telah ditentukan. Dalam shalat itu, ia berdiri dengan menghadapkan mukanya dimana saja ia berada ke arah kiblat. Fungsi Shalat
Shalat merupakan suatu media komunikasi antara hamba dengan Khaliknya, dengan cara menghadapkan diri dan hati kepada-Nya. Apabila shalat itu dilakukan dengan khusyu dan kontinyu, maka ia akan menjadi alat pendidikan rohani yang efektif, memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan kesadaran.
Semakin banyak shalat dilakukan dengan penuh kesadaran, sebanyak itu pula rohani dan jasmani manusia dilatih berhadapan dengan Dzat Yang Maha Suci, dan efeknya akan membawa kepada kesucian rohani dan jasmani. Kesucian rohani dan jasmani akan memancarkan akhlak yang mulia, sikap hidup yang dinamis yang penuh dengan amal shaleh, dan dapat terhindar dari perbuatan dosa dan kejahatan.
Dengan kata lain bahwa melakukan shalat yang lima waktu dengan penuh kesadaran dan rasa khusyu akan berdampak positif terhadap perilaku manusia, dan dapat mengakibatkan manusia terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Dan hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan Allah Subhanahu Wata’ala dalam salah satu firman-Nya :
“Dan tegakkanlah shalat, karena shalat itu dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar” (Q. S Al – Ankabut : 45)
Ditinjau dari segi kedisiplinan, shalat juga merupakan pendidikan positif yang dapat menjadikan manusia dan masyarakat menjadi hidup teratur. Dengan melaksanakan shalat sebanyak lima kali sehari semalam, seorang muslim tentu akan menjadi seorang yang selalu memperhatikan perjalanan masa dan selalu sadar tentang peredaran waktu.
Kesadaran terhadap waktu akan membawa hidup yang teratur dan penuh manfaat. Sebaliknya, orang yang tidak pernah memperhatikan waktu, maka sudah pasti hidupnya tidak akan teratur dan kurang bermanfaat. Oleh karena itu Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al-Quran surah Al – ‘Ashr memperingatkan bahwa manusia akan rugi hidupnya, manakala lalai terhadap waktu dan tidak memelihara disiplin waktu.
Kelelahan jasmani karena kerja, keletihan otak akibat kesibukan- kesibukan pikiran duniawi yang dilakukan dari pagi hingga sore hari senantiasa mendapat penyegaran rohani dengan jalan melakukan shalat. Dan kalau kita perhatikan, umumnya orang – orang yang mendapat gangguan jiwa adalah akibat tegangan emosi dan bertumpuknya fikiran – fikiran yang serba ruwet dan tak terpecahkan. Penyakit yang namanya neurosis (gangguan – gangguan badan disebabkan penyakit syaraf) juga bersumber dari hilangnya keseimbangan dalam jiwa manusia.
Dengan shalat InsyaAllah, akan menjadi obat penawar paling mujarab bagi kesehatan jiwa, rohani dan fisik manusia, karena shalat merupakan salah satu bentuk komunikasi manusia kepada Allah agar manusia selalu ingat kepada-Nya. Dan dengan ingat kepada Allah itulah yang akan menenangkan pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmannya :
“Orang – orang yang beriman, hari mereka jadi tenteram karena mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Q. S Ar – Ra’d : 28)
Adapun kebalikan dari itu, Al Quran menyatakan bahwa meninggalkan sholat itu sebagai tanda tenggelamnya seorang manusia dalam hawa nafsu dan sebagai jalan kejatuhannya ke dalam jurang kecelakaan dan kesesatan. Dan merupakan sebab daripada sebab kekalnya kelak di dalam api neraka. Allah berfirman :
“Maka datanglah sesudah mereka itu suatu kaum yang menyia – nyiakan sholat serta memperturutkan hawa nafsunya. Mereka itu kelak akan dilemparkan ke dalam api neraka”
Selain itu, shalat juga dapat menjadi sarana sebagai pembinaan umat, khususnya dalam shalat berjamaah. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah menjelaskan bahwa “Shalat berjamaah itu lebih utama dua puluh tujuh kali lipat daripada shalat sendirian” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Bahkan shalat berjamaah itu diwajibkan melaksanakannya sekali dalam satu minggu yaitu pada waktu shalat Jum’at. Melalui shalat berjamaah ini, Islam mendidik pemeluk – pemeluknya bergaul, bermasyarakat, mempertebal ikatan ukhuwah Islamiyah.
Shalat mendidik manusia menumbuhkan solidaritas yang kuat dan ajaran persamaan antar manusia. Anggota – anggota jama’ah duduk dalam satu barisan. Yang miskin berdampingan dengan yang kaya dan rakyat biasa bersamaan dengan pembesar – pembesar. Semuanya melakukan gerakan- gerakan yang serupa dan seirama. Mereka sujud dan ruku dengan disiplin dalam satu komando “Allahu Akbar” dari imam.
a.         Pengertian dan ketentuan shaum
Shaum menurut bahasa artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan tidur, menahan berbicara dan juga menahan makan. Sedangkan secara istilah, shaum adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, bersetubuh, dan juga dari hawa nafsu yang dapat mengurangi nilai puasa tersebut seperti berkata dan berbuat yang keji dan kotor mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan disertai niat dan syarat – syarat tertentu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al – Quran surat Al – Baqarah ayat 187 yang artinya :
“Makan dan minumlah kalian  hingga kelihatan benang yang putih dari benang yang hitam yaitu fajar”
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Dari Ibnu Umar: Saya mendengar Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: Apabila malam datang dan siang lenyap dan matahari terbenam, sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Shaum di  bulan Ramadhan merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kaum muslimin selama satu bulan dalam satu tahun yang ketentuannya telah dijelaskan oleh Allah dalam Al – Quran surat Al – Baqarah ayat 183 :
“Wahai orang – orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”
Di dalam ayat tersebut terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan maslaah shaum, yaitu bahwa shaum merupakan suatu keharusan bagi orang yang beriman untuk melaksanakannya selama satu bulan dalam satu tahun. Namun bagi orang- orang tertentu, seperti dalam keadaan sakit, sehingga kalau dia melaksanakan puasa akan mengalami suatu kepayahan dan bahkan sakitnya bisa bertambah parah, maka boleh berbuka atau tidak berpuasa dengan ketentuan harus mengganti pada hari yang lain di luar bulan Ramadhan.
Berikutnya dalam ayat itu terdapat pula perkataan yang menjelaskan “atau berada dalam perjalanan” yang berarti memberi suatu kelonggaran untuk berbuka bagi orang yang berada dalam perjalanan. Adapun setelah dia sampai ke tempat tujuannya dan perjalanannya telah berhenti, maka wajib baginya berpuasa kembali kendatipun dia bukan di negerinya sendiri.
Begitu juga sebagian dari kemudahan di dalam berpuasa itu ialah bahwasanya Allah telah membolehkan tidak berpuasa di bulan Ramadhan kepada orang – orang yang sehat yang menetap yang sukar baginya berpuasa dan akan memayahkan mereka bahkan mungkin akan menimbulkan bahaya kepada mereka, seperti orang yang sudah tua, wanita hamil dan menyusui. Karena orang – orang seperti itu dipandang tidak akan lagi menemukan hari – hari dimana mereka dapat mengqadha puasanya, maka Allah pun telah mencukupkan bagi mereka itu untuk memberi makan seorang miskin setiap hari sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkannya.

b.        Nilai Shaum (Puasa)
Perintah Allah tentang puasa itu dimulai dengan seruan “ Wahai orang – orang yang beriman” dan diakhiri dengan “agar kamu bertaqwa dan dengan perkataan “supaya kamu bersyukur”
Seruan Allah itu menunjukkan prioritas keimanan sebagai asas kebaikan dan sumber keutamaan. Dan pada akhirnya seruan itu menyebutkan taqwa yang merupakan roh keimanan serta rahasia kemenangan. Hal ini menjadi petunjuk yang kuat dan pemberian keterangan yang jelas bahwa puasa yang dikehendaki Allah itu bukanlah semata – mata menahan diri dair makan dan minum, tetapi adalah menahan diri dari segala yang menodai keimanan dan yang tidak sesuai dengan keutamaan taqwa serta pengawasan diri.
Dan dalam hadits yang lain dijelaskan pula “Bukanlah puasa itu hanya sekedar menahan makan dan minum saja, tetapi puasa itu ialah menahan diri dari perkataan yang sia – sia dan perbuatan kotor”
Apabila seseorang melakukan puasa dengan menaati ketentuan sebagaimana diatas, maka barulah akan tercapai apa yang menjadi tujuan dari puasa itu sendiri sebagaimana yang kita pahami dari firma-Nya yang telah dijelaskan diatas yaitu untuk membentuk manusia yang bertaqwa.
Untuk dapat tercapainya derajat taqwa itu, maka bagi orang yang melaksanakan puasa dikenakan ketentuan – ketentuan yang berupa anjuran dan larangan yang harus ditaatinya seperti tidak boleh melakukan perbuatan dan perkataan yang keji.
a.         Pengertian Zakat
Zakat secara bahasa berasal dari kata “zaka” yang berarti mensucikan. Secara istilah syara’, Sayid Sabiq mengartikan zakat sebagai nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah swt yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Sedangkan menurut Sulaiman Rasyid, zakat yaitu kadar harta tertetu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Jadi zakat ialah sebagian kekayaan yang diambil dari milik seseorang yang punya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan.
Bagi orang yang mengeluarkannya (muzakki), zakat memiliki fungsi sebagai wujud dari ketaatan atas perintah Allah swt dan sekaligus merupakan cara pembersihan dan pensucian harta yang dimilikinya, serta merupakan wujud kepedulian sosial dari orang yang mampu kepada orang yang lemah.
Zakat lebih diarahkan pada penyantunan kaum dhu’afa yang secara langsung diberikan dalam bentuk bahan konsumtif atau dengan cara diarahkan pada kegiatan produktif guna peningkatan kemampuan golongan ekonomi lemah sehingga mereka dapat keluar dari kemiskinan.
b.        Fungsi Zakat
Zakat memiliki fungsi yang besar, baik bagi muzakki, mustahiq maupun bagi msyarakat muslim pada umunya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan angkuh yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebihan.
Bagi mustahiq, zakat memberikan harapan adanya perubahan nasib dan sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki, dan suudzdzan terhadap orang-orang kaya. Dengan demikian, jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin dapat dihilangkan.
Zakat itu hukumnya wajib atas orang kaya yang mempunyai harta lebih daripada apa yang dihajatkannya serta hajat kaum keluarga yang wajib dibiayainya, diambilkan dari harta bendanya yang berupa uang atau nilai barang-barang perniagaannya, seperti ternak dan hasil panen sawah dan ladang menurut ukuran yang telah diketahui oleh kaum muslimin yang hasilnya dapat menutupi hajat orang-orang fakir miskin serta kepentingan umum dan tidak akan mencekik leher orang-orang yang mempunyai harta benda tersebut.
Zakat merupakan ibadah yang bersifat materi dari ummat untuk ummat, khususnya dari yang mampu kepada yang tidak mampu, karena zakat merupakan pembelanjaan sebagian harta orang-orang kaya kepada fakir miskin.
a.       Haji : Makna dan Tujuan
Haji secara Bahasa artinya menyengaja sesuatu. Sedangkan secara istilah syara’ yang dimaksud haji itu ialah menyengaja mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu.
Haji merupakan suatu ibadah yang sudah dikenal sejak zaman sebelum nabi Muahmmad saw, yang menuntut dari orang yang melaksanakannya supaya dikerjakan dengan hati, badan dan hartanya yang berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya.
Haji ini wajib dikerjakan oleh orang muslim yang sanggup melakukannya di masa-masa tertentu dan tempat-tempat yang tertentu pula, yang harus dilakukan atas dasar karena Allah swt dan semata-mata mengarap ridha Allah swt. Dan ibadat haji itu dimulai dengan niat haji karena Allah swt, dilakukan dengan penuh keikhlasan dengan tanpa memakai pakaian yang berjahit, dan barang-barang mewah. Dalam ibadah haji, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, antara pejabat dan rakyat biasa.
Ibadah haji pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. yang disuruh membangun Baitullah di Mekkah agar supaya orang-orang thawaf di sekelilingnya dan menyebut nama Allah swt sewaktu mengerjakannya. Nabi Ibrahim a.s. kemudian melaksanakan perintah Allah swt, dan membangun Baitullah, dan mengajak manusia untuk melakukan haji ke sana dan disuruhnya pula anak cucunya untuk bertempat tinggal di tempat itu. Sejak itu, orang-orang Arab pun berdatangan mengunjungi Baitullah yang telah dibina oleh Nabi Ibrahim a.s. itu untuk melakukan ibadah haji, menyembah Allah swt menurut apa yang telah ditentukannya.



Ibadah haji ini selanjutnya diwajibkan kepada setiap orang muslim yang mempunyai kemampuan satu kali seumur hidup. Allah swt dalam salah satu firman-Nya menjelaskan :
Artinya :  “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Al Imran: 97)

b.      Jenis - jenis haji

1)      Haji Ifrad 
Haji Ifrad adalah pelaksanaan haji saja. Jamaah haji yang memilih cara ini tidak diwajibkan membayar dam. Pelaksanaan haji ifrad biasa dipilih oleh jamaah haji yang masa waktu wukufnya sudah dekat (kurang lebih) lima hari. Haji ifrad dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu sebagai berikut.
a)      Haji saja, tanpa melakukan umrah
b)      Melaksanakan haji lebih dahulu baru melakukan umrah 
c)      Melaksanakan umrah sebelum bulan-bulan haji, lalu berihram haji pada bulan haji
d)     Melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji, lalu pulang ke tanah air dan berangkat kembali ke tanah suci untuk melaksanakan haji 
Namun pada umumnya, dikatakan haji ifrad ialah mendahulukan haji daripada umrah. Artinya melaksanakan haji dahulu dan setelah selesai haji, baru melaksanakan umrah.  Beberapa perbuatan berikut dilakukan bagi jamaah haji ifrad ketika melaksanakan haji
2)      Haji Tamattu
Haji tamattu adalah melaksanakan umrah lebih dahulu, baru melakukan ibadah haji. Jamaah haji tamattu, diwajibkan membayar dam nusuk (sesuai ketentuan manasik). Pelaksanaan haji tamattu dimulai dengan melaksanakan umrah terlebih dahulu, yaitu..
3)      Pelaksanaan Haji Qiram 
Haji Qiram adalah melaksanakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Dalam hal ini, jamaah haji qiram wajib membayar dam nusuk. Pelaksanaan haji dengan cara qiram dapat dipilih bagi jamaah haji yang karena sesuatu hal, ia tidak dapat melaksanakan umrah sebelum dan sesudah hajinya, termasuk di antaranya jamaah haji yang masa tinggalnya di Mekah sangat terbatas.
1)     


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaa69m7cflqpeScU-LMURrRHQGQ3a9eJSPe1LqVs3WBdL4kzJe-ydwvzfFNLKqsCKUgJ04CrsgIZqrkSp4-pS9WDJVg79DMi97Q7iJDBp_e3C0NE651nMrOAWLNoM8n6IebJD33kyqkbE2/s1600/membaca+talbiyah.jpg

Salat Sunah di Hijir Ismail
Salat sunah ini dapat dilaksanakan kapan saja apabila keadaan memungkinkan

2)      Membaca talbiyah
Talbiyah sunah dibaca selama ihram sampai melontar Jamrah Aqabah pada hari nahar (Iduladha). Bacaan talbiyah adalah.
Artinya: 
Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. 
3)      Salat sunah tawaf di belakang Maqam Ibrahim
4)      Memasuki Ka'bah (rumah suci) sambil berdoa
d.      Syarat-Syarat haji yang harus dipenuhi : 
1.      Beragama Islam 
2.      Berakal sehat
3.      Balig atau dewasa
4.      Merdeka (bukan budak) dan 
5.      Kuasa atau mampu untuk melakukannya
e.       Tata Cara Haji
Ibadah haji dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dikerjakan secara fisik berupa ihram, thawaf, sa’I, wuquf, mabit, melempar Jumrah, dan tahallul. Penjelasan dari masing-masing tindakan ibadah haji tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Ihram (berniat melakukan haji atau umrah)
Niat haji dilakukan bersamaan dengan mengenakan pakaian ihram, yaitu pakaian tanpa berjahit, sebagai simbol kehidupan yang mempunyai dua makna sebagai berikut:
Pertama, melepaskan diri dari kemewahan-kemewahan jasmani, dan kesenangan-kesenangan duniawi, seperti berdandan, bersolek dengan harum-haruman, dan mencukur rambut dan meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah swt, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :
Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” (Qs. Al Baqarah/2 :197)
Kedua, sebagai sambutan atas panggilan Allah swt, yang berupa seruan keras dengan mengucapkan “Labbaik Allah summa labbaik”. Seruan ini disebut dengan “Talbiyah”. Seruan ini merupakan lambing pengakuan bahwa yang berhaji mendengar dan siap menuruti perintah Allah swt.; senantiasa bersegera untuk menunaikan perintah-perintah tersebut; dan bahwasannya Allah swt adalah Tuhan yang menguasai segala yang ada serta penegasan bahwa tidak ada sesuatu pun yang berhak dipuji, disyukuri nikmatnya dan ditunaikan perintah-perintah-Nya kecuali Dia.
Ihram dilakukan pada tempat-tempat tertentu yang telah ditetapkan oleh Nabi saw., yang disebut dengan”miqat maqani”. Ada lima tempat untuk mulai melakukan ihram.
a)      Dzul-Hulaifah, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah Madinah.
b)      Juhfah, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah Syria.
c)      Dzatu ‘Irqin, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah timur-laut Mekah.
d)     Qarnul-Manazil, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah timur Mekah.
e)      Yalamlam, sebagai miqat bagi Jemaah haji yang datang dari arah selatan Mekah.
2)      Thawaf
Thawaf adalah mengelilingi kabah sebanyak tujuh kali putaran, bergerak berlawanan dengan arah jarum jam. Dimuali dari sudut Kabah tempat beradanya Hajar Aswad. Ada tiga jenis thawaf dalam  ibadah haji, yaitu:
a)      Thawaf qudum,  yakni thawaf selamat datang yang dilaksanakan begitu masuk ke Mesjid Haram, yang merupakan penghormatan terhadapnya dan sebagai ganti shalat tahiyyatul-masjid
b)      Thawaf Ifadhah, yakni thawaf yang merupakan rukun haji. Dilakukan mulai tabgah malam tanggal 10 Dzulhijjah.
c)      Thawaf Wada, yakni thawaf selamat tinggal, yang dilakukan oleh Jemaah haji tatkala akan meninggalkan kota suci Mekkah.
3)      Sa’I antara Shafa dan Marwah
Sa’I, artinya berjalan cepat. Sa’I sebagai tindakan ibadah haji adalah berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah, sebanyak tujuh balikan, yang dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di buku Marwah. Tindakan Sa’I termasuk kedalam wajib haji, yang dilakukan setelah thawaf qudium. Di dalam Sa’I tersebut, seorang haji meminta ampunan dan permohonan maaf kepada Allah swt. Sai’I juga merupakan ibadah napak tilas, mengingat kembali perjuangan Siti Hazar tatkala mencari air untuk minum bagi diri dan anaknya, Isma’il ‘alaihissalam
4)      Wuquf di Arafah
Yang dimaksud wuquf, adalah hadir di padang Arafah, yaitu suatu dataran luas tanpa penduduk di luar kota Mekah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Wukuf di Arafah berguna untuk mengingat kejadian sejarah masa lampau dan berdzikir memuji Tuhan, baik dalam keadaan duduk maupun berbaring. Wukuf dapat dipandang sah dengan berada di sana pada hari yang ke sembilan itu, sejak dari waktu dzuhur hingga terbit fajar pada hari ke sepuluh. Memperpanjang waktu wuquf hingga mencapai sebagian malam adalah lebih utama dan lebih sempurna. Wuquf di Arafah ini adalah merupakan upacara ibadat haji yang terpenting hingga Rasulullah pernah bersabda : “Haji itu adalah wuquf di Arafah”.
5)      Mabit di Muzdalifah
Mabit artinya bermalam atau lewat malam. Setelah selesai melakukan wuquf di Arafah, yang berhaji berangkat menuju Muzdalifah. Di sini ia melewatkan malam tanggal  10 Dzulhijjah, sebelum sampai di Mina.
6)      Mabit di Mina
Pada pagi hari tanggal 10 itu haji berada di Mina untuk melaksanakan mabit selama dua malam atau tiga malam. Selama di Mina yang berhaji melakukan tidakan melontar Jumrah, dan pada hari nahar (pengorbanan) melakukan hewan penyembelihan qurban.
7)      Melontar Jumrah
Di Mina yang berhaji melontar Jumrah sebagai simbol yang menyatakan ketetapan hatinya untuk membuang sifat-sifat jelek dan meninggalkan dorongan-dorongan jiwa syaitoniah yang jahat. Ia mengulang-ulang perbuatan itu guna menguatkan ketetapan tersebut.
Ada tiga Jumrah, yang disebut dengan Jamarat, tempat seorang hajji melakukan lontaran, yaitu Jumrah Aqabah, Jumrah Wustha, Jumrah Ula. Masing-masing lontaran dilakukan dengan tujuh buah batu. Selama di Mina, seorang hajji melontar ketiga Jumrah tersebut setiap hari,kecuali pada hari pertama, ia hanya melakukan lontaran pada Jumrah Aqabah saja. Sedangkan pada hari-hari selanjutnya, ia melakukan lontaran pada ketiga Jumrah setiap harinya, dimulai dari Jumrah Ula, kemudian Jumrah Wustha, dan diakhiri dengan Jumrah Aqabah.
8)      Tahallul (melepaskan diri dari ihram)
Tahallul artinya melepaskan diri dari keadaan ihram, yaitu kondisi mengharamkan segala kegiatan sehari-hari di luar ibadah haji, selain yang dibolehkan. Tahallul dilakukan dengan cara bercukur rambut kepala atau memotong sebagian daripadanya, dan kemudian melepaskan pakaian ihramnya.
Ada dua jenis tahallul dalam haji, yaitu: tahallul pertama, yaitu tahallul setelah melakukan lontar Jumrah Aqabah pertama pada hari 10 Dzulhijjah, sebelum thawaf ifadhah. Tahallul kedua, yaitu tahallul yang dilakukan setelah melakukan thawaf ifadhah.
Apabila seorang haji telah menyelesaikan pekerjaan hajinya dan dia telah melakukan thawaf ifadhah, kemudia dia sudah akan berangkat pulang ke negerinya, maka dia pun diharuskan melakukan thawaf sekali lagi, yang disebut thawaf wada, yaitu thawaf selamat tinggal.
                                                        



Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “’umrah yang satu dengan ‘umrah berikutnya adalah penghapus dosa yang dilakukan antara masa keduanya, sedangkan haji mabrur balasannya tiada lain adalah surga.” [HR. Al-Bukhari, nomor hadits: 1773]
Adapun hadits tentang beberapa keutamaan dalam haji antara lain :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barangsiapa berhaji ke Baitullah tanpa berkata keji, tanpa bersetubuh dan tanpa berbuat kefasikan (selama ihram), maka dia pulang (tanpa dosa) bagaikan bayi yang baru lahir.” [Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadits: 1819]. [Mukhtashar Shahih Muslim, hal.399]

 “Orang-orang yang mengerjakan ibadah haji dan ‘umrah adalah tamu-tamu Allah, Allah memberi kepada mereka apa yang mereka minta, dan Dia mengabulkan semua do’a mereka; kemudian Dia akan mengganti semua harta yang mereka belanjakan untuknya, satu dirham menjadi sejuta dirham.” [HR. Baihaqi]
a)      Memakai wangi-wangian, kecuali yang dipakai sebelum niat
b)      Memotong rambut atau bulu badan yang lainnya
c)      Memotong kuku
d)     Mengadakan akad nikah
e)      Memburu dan membunuh binatang yang ada di tanah suci
f)       Bersetubuh


BAB III

PENUTUP

Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu  Ibadah  mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan seluruh aspek kehidupan  dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi .
Secara garis besar ialah dibagi menjadi dua yaitu ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu.
Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Hanya merangkumi setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selama ia memenuhi syarat-syarat tertentu.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa. Hikmah dari ibadah adalah kita dapat meningkatkan ketaqwaan tehadap Allah swt dan hidup berdasarkan apa yan Dia perintahkan.

Adapun saran untuk perbaikan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.      Diharapkan pendidik dapat memahami perkembangan peserta didik dalam proses pendidikan.
2.      Diharapkan pembaca dapat memanfaatkan makalah ini sebaik- baiknya.
3.      Perlunya pemahaman mengenai ilmu psikologi pendidikan secara luas agar memahami kepribadian peserta didik.
















DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Al-Aqil, T. B.  Petunjuk Bagi Jama’ah Haji Dan Umroh. Jeddah:  MenterI Urusan Agama, Waqaf, Da’wah  dan Penyuluhan
Majid, Abd dkk. (2016). Pendidikan Agama Islam. Bandung: Departemen Pendidikan Umum Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia
Robingan (2012). Teladan Utama Pendidikan Agama Islam untuk Kelas IX SMP. Sragen: Hal: 59-65. [Online]. Diakses dari http://www.artikelsiana.com/2015/09/pengertian-haji-syarat-rukun-jenis-tata.html



Persalinan Caesarku

🌷🌷🌷 Assalamualaikum wr wb.. ini adalah pengalaman persalinanku, semoga dapat diambil hikmahnya😇 Minggu 31 Juli jam 3 Pagi Jam 3 pagi kel...