Kamis, 03 Maret 2016

contoh cerpen

Wasiat Ayah
Aku sedang duduk disamping Ibuku, baru saja kusimpan seember air di depan teras rumahku yang bercahaya selepas aku bersihkan. Kami rehat sejenak, Ibuku tampak begitu lelah karena belakangan ini ia dan Ayahku bekerja keras di sawah.
Tiba – tiba Ibuku menyodorkan selembar kertas berwarna biru muda, dan berkata “Ra, ini ada undangan dari temanmu…” aku penasaran, lalu aku segera mengambil undangan itu, ternyata undangan pernikahan. “ siapa yang menikah ya..? “ gumamku dalam hati. Setelah kubuka, ternyata Willy, temanku saat kecil. Ia adalah teman baikku.
Badanku lemas setelah melihat undangan itu. Bukan karena aku kecewa dengan acara pernikahannya, aku bahagia jika memang Allah sudah mempertemukannya dengan jodohnya, yang akan mendampingi Willy selamanya, dan mencintai serta membahagiakannya. Aku turut bahagia, lagi pula aku berpikir bahwa jodohnya pasti laki – laki yang ganteng dan baik hati, sebab aku tahu benar siapa Willy, ia adalah temanku yang cantik, baik dan rendah hati.
Aku lemas, karena aku teringat akan semua kenangan bersama dengan Willy. Dulu, saat kita berumur lima tahun aku, Willy, dan teman – teman lainnya sering pergi belajar mengaji bersama di Mushala, demikian juga saat Ramadhan tiba, saat salat tarawih kita selalu bersama – sama, jajan bersama, main pun bersama.
Waktu begitu cepat berlalu, sebentar lagi Willy akan pergi jauh bersama dengan suaminya. Aku tak bisa menemuinya lagi semauku, biasanya jika aku kesepian di rumah, aku keluar dan pergi ke rumah Willy. Memang tak terlalu jauh jarak rumahku dengannya, hanya berjalan lima menit melewati tiga rumah tetangga.
Mungkin aku tak bisa lagi menemuinya saat aku kesepian, apalagi mengajaknya bermain ke bukit di belakang rumah, atau ke sungai jernih di dekat bukit itu. Aku juga takan bisa bercerita tentang kisah cintaku padanya dan meminta pendapatnya apa yang harus aku lakukan. Itulah yang aku pikirkan saat ini.
Sambil memegang secarik kertas undangan itu aku melamun. “ Duk !!!” suara buah mangga yang jatuh dari pohon di pekaranganku mengagetkanku. Aku pun berhenti melamun, tapi aku terus memikirkan Willy. Apalagi acara pernikahannya itu tinggal menghitung hari.
Sampai esok harinya aku masih memikirkan Willy. Mengapa ia segera menikah ? bukankah Willy masih bekerja di sebuah Toko di Ibu Kota bersama dengan saudaranya ? apakah ia sudah mempertimbangkan semua ini ? padahal biasanya untuk hal yang serius ia suka menemuiku dan meminta pendapatku apalagi perihal pernikahan. Banyak sekali pertanyaan yang terbersit dalam benakku, aku takut pernikahannya itu atas dasar paksaan orang tuanya.
Aku semakin risau, karena aku takut terjadi sesuatu yang buruk pada Willy. Aku pun bertekad untuk menemuinya hari ini juga. Sore hari saat matahari tenggelam di ufuk barat, aku berjalan menuju rumah Willy. Ternyata Willy ada di rumahnya, ia sedang duduk di teras dengan adiknya. “Willy ! “ aku memanggilnya dari kejauhan. “ Hai Zahra ! ayo kesini ! “ ia tersenyum sambil melambaikan tangannya padaku.
Aku segera menghampirinya aku memeluknya karena sangat merindukannya. Sekarang ia makin cantik badannya juga agak gemuk. Mungkin hidup di perkotaan memang menyenangkan. Aku menanyakan kabarnya, begitu juga dia. Kami memang baru bertemu lagi setelah dua tahun berlalu, aku sibuk dengan sekolahku, Willy juga sibuk bekerja di Jakarta. Aku pun langsung berbicara tentang apa yang ingin aku tanyakan. “ Willy, kemarin aku menerima undangan pernikahanmu aku senang kau akan segera menikah.. tapi…”. “oh itu.. syukurlah kalau undangan itu sudah kamu terima, tapi apa Ra..?
Willy, ini tentang pernikahanmu kamu tahu kan, jika kita punya masalah kita selalu bertemu dan menceritakan isi hati kita..” ungkapku. “ ya tentu Zahra, kau adalah teman baikku aku percaya padamu, tapi ada apa dengan pernikanhanku..?”
kenapa kau tidak seperti biasanya, mencurahkan kembali isi hatimu padaku…? Untuk pilihan pendamping hidupmu dan itu sangat penting..?”
Willy tersenyum, namun dalam hatinya seolah ada duri yang mengganjal lalu ia menatapku dan berkata”Ayahku meninggal di Maluku, dan ayah meninggalkan wasiat agar lusa, aku menikah dengan Rafar”
Mataku berlinang.
-TAMAT

Persalinan Caesarku

🌷🌷🌷 Assalamualaikum wr wb.. ini adalah pengalaman persalinanku, semoga dapat diambil hikmahnya😇 Minggu 31 Juli jam 3 Pagi Jam 3 pagi kel...